Presiden Jokowi: Masa Depan Otomotif Indonesia Adalah Mobil Listrik
Indonesia mempunyai 5,2 miliar ton yang terbagi dalam jenis limonit sebanyak 1,5 miliar ton dan saprolit 3,5, miliar ton.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai masa depan otomotif Indonesia terletak pada mobil listrik.
Menurut Jokowi, masa depan dunia otomotif RI terletak pada mobil listrik karena Indonesia memiliki nikel yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
"Ya memang masa depan otomotif Indonesia itu di mobil listrik karena kita memiliki bahan baku nikel dan yang lainnya," katanya di sela-sela kunjungannya di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JI-Expo Kemayoran Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Baca juga: Wuling Cloud Akan Resmi Diperkenalkan di IIMS 2024
Indonesia merupakan negara yang memiliki 52 persen cadangan nikel di dunia.
Secara jumlah, Indonesia mempunyai 5,2 miliar ton yang terbagi dalam jenis limonit sebanyak 1,5 miliar ton dan saprolit 3,5, miliar ton.
Dalam mewujudkan ekosistem mobil nasional, pemanfaatan nikel dinilai menjadi hal yang wajib dilakukan.
"Dalam semangat mewujudkan ekosistem mobil nasional, saya kira nikel ini anugerah dari yang maha kuasa untuk Indonesia dan momentum ini tidak akan terulang lagi. Jadi betul-betul harus dioptimalkan," tutur Edy usai acara Diskusi Blak-blakan Soal Mobil Nasional dan Polemik LFP vs Nikel di Jakarta, Senin (29/1/2024).
Nikel pun disebut menjadi kekuatan Indonesia yang mampu mendukung negara untuk menjadi pemain penting di industri kendaraan listrik global.
Meski saat ini banyak bermunculan inovasi baru untuk baterai kendaraan listrik, namun nikel tetap memiliki peranan penting di industri ini.
"RnD (Research and Development) berkembang terus. Untuk sekarang mungkin kita hanya fokus pada baterai saja, siapa tahu nanti setelah RnD berkembang ternyata nikel bisa untuk komponen lain. Jangan lupa nikel bukan hanya untuk baterai, tetapi juga bisa mendukung baja dan komponen-komponen lain yang sangat membutuhkan nikel," jelasnya.
Edy menambahkan, Indonesia juga harus membuat pasar sendiri, agar potensi nikel yang begitu besar tidak tersia-siakan.
Dengan dukungan regulasi yang tepat dan target yang jelas, nikel bisa dimanfaatkan industri secara maksimal.
"Jangan sampai market yang begitu besar yaitu menjadi mubazir begitu saja. Dukungan regulasi sudah ada, target sudah ada di mana pada 2030 kendaraan listrik yang dibangun di sini sudah harus mencapai TKDN 80 persen. Bahkan sekarang sudah banyak mobil yang diproduksi di sini. Jadi setelah 2027 itu sudah tidak ada lagi (mobil listrik) yang dibuat di luar. Jadi seluruhnya harus sudah dibuat di sini," ucapnya.