Gegara Penjualan Anjlok, Neta Setop Produksi Mobil Listrik dan Pecat Ratusan Karyawan
PHK massal ini kabarnya akan menargetkan karyawan pabrik Neta Auto Thailand serta staff pabrik Bangchan General Assembly.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK – Produsen mobil listrik asal China Neta, mengumumkan rencana untuk memangkas sekitar 400 karyawan di Thailand sebagai bagian dari rencana restrukturisasi bisnisnya.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) digelar Neta usai Hozon Auto yang berkantor pusat di Shanghai mengalami masalah likuiditas akibat penurunan penjualan, dimana dalam setahun terakhir penjualan mobil Listrik di pasar Thailand anjlok lebih dari 45 persen.
Imbas kemerosotan itu pabrik yang berlokasi di distrik Min Buri, Bangkok ini menderita kerugian bersih 1,8 miliar baht (Rp 856 miliar) pada tahun 2023 berbanding dengan laba 80,77 juta baht atau Rp 38 miliar yang mereka dapatkan pada tahun 2022.
Memperparah kerugian Neta dalam lima tahun terakhir, tepatnya sejak perusahaan otomotif ini didirikan di Thailand (2019-2023), dimana saat itu pendapatan dan kerugian perusahaan diakumulasikan masing-masing hanya sebesar 7,78 miliar baht atau Rp 3,7 triliun serta 1,72 miliar baht (Rp 818 miliar).
Baca juga: Neta Bawa 2 Mobil Listrik Baru Tahun Depan, Satu Diantaranya Akan Meluncur di GIIAS 2025
Pil pahit lantas mendorong Neta untuk melakukan restrukturisasi bisnis, menghentikan pabrik produksi di Zhejiang selama setengah bulan karena mobilnya kurang diminati di China serta memangkas 400 staff di Pabrik di distrik Min Buri, Thailand.
Mengutip dari Nation Thailand, PHK massal ini kabarnya akan menargetkan karyawan pabrik Neta Auto Thailand serta staff pabrik Bangchan General Assembly yang bertugas memproduksi kendaraan listrik Neta di Thailand.
Sebelum dilanda pembengkakan kerugian akibat anjloknya penjualan, Neta pada November lalu sempat tersandung masalah pengiriman mobil varian Pro dari Neta S Hunting yang terkendala akibat aksesori yang hilang, masalah ini semakin diperparah akibat adanya konflik internal.
Termasuk pemotongan gaji dari 5 persen hingga 30 persen. Berdasarkan gaji tahunan, karyawan yang berada di bawah Rp 656 juta dipotong 5 persen, sementara yang berpenghasilan lebih dari Rp 2,1 miliar dipotong 30 persen. Adapun pemotongan gaji ini berlaku di semua bagian di perusahaan Neta.
Meski PHK kali ini memicu lonjakan angka pengangguran, namun Neta optimis langkahnya bisa mengangkat keuangan perusahaan, serta mengatasi masalah permintaan pasar dengan begitu Neta bisa menyusul para pesaingnya yang telah lebih dulu mencatatkan lonjakan penjualan.