Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPAI: Tipologi Pelibatan Anak-anak Saat Kampanye Kian Variatif

KPAI menilai tipologi pelibatan anak-anak semakin variatif, dari memakai alat peraga hingga ikut berkerumun di area kampanye.

Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in KPAI: Tipologi Pelibatan Anak-anak Saat Kampanye Kian Variatif
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN/GANI KURNIAWAN
SEPI PESERTA - Sejumlah anak kecil mengikuti kampanye hari pertama Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di Lapangan Titimplik, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Minggu (16/3). Hari pertama kampanye partai pimpinan Surya Paloh ini di Kota Bandung sepi pengunjung. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bawaslu, Panwaslu, dan kepolisian agar bertindak tegas terhadap calon anggota legislatif pelaku pelibatan anak dalam kampanye.

"Jika ditemukan fakta pelanggaran dan pidana, jangan segan-segan pidanakan pelaku. Negara tidak boleh kalah dengan pelanggar hak anak," ujar komisioner KPAI, Susanto, saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (18/3/2014).

KPAI menilai tipologi pelibatan anak-anak semakin variatif, dari memakai alat peraga, ikut berkerumun di area kampanye, memakai motor disertai alat peraga, menjadi penghibur kampanye, hingga menyebarkan peraga kampanye.

Menurut Susanto, fakta pelanggaran di atas terjadi di berbagai daerah, baik kota maupun desa. KPAI mengingatkan keberadaan UU Pemilu dan  UU Perlindungan Anak, adalah untuk dijadikan acuan, bukan sengaja untuk dilanggar.

Apalagi Menurut UU Perlindungan Anak pasal 87, pelaku pelibatan anak dalam kampanye dapat dpidana 5 tahun dan atau denda Rp 100 juta. Jika UU tak ditegakkan, Indonesia akan mengalami disorientasi. Karena UU sekedar sebagai simbol dan hiasan, tanpa kepekaan untuk mematuhinya.

"Kalau dalam proses kampanye saja para caleg ini telah melanggar, bagaimana jika mendapatkan kedudukan? Caleg demikian rentan menjadi pejabat publik yang bermasalah, baik secara moral, sosial, maupun politik," tegasnya.

Susanto menjelaskan, karena dalam proses mendapatkan kedudukan sebagai anggota legislatif, mereka melalui cara yang melanggar (pelibatan anak-anak) dan inskonstitusional. Hal ini menyangkut mentalitas.

Berita Rekomendasi

"Jika terbiasa bermental pelanggar, tentu sangat rentan menjadi pejabat yang melanggar pula," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas