Capres Diharapkan Perjuangkan Perlindungan Anak
Capres 2014 dinilai lebih banyak berbicara masalah politik dan ekonomi daripada masalah pendidikan dan perlindungan anak.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Capres 2014 dinilai lebih banyak berbicara masalah politik dan ekonomi daripada masalah pendidikan dan perlindungan anak. Demi masa depan anak-anak, maka kaum ibu diminta lebih memperhatikan pendidikan dan perlindungan anak. Karena itu, masyarakarat harus mencermat visi dan misi capres yang peduli pada masa depan anak-anak.
“Sebab anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa dan akan menjadi pemilih potensial di pemilu 2019. Jumlahnya mencaai sekitar 80 persen. Jadi, dari semua unsur pendidikan yang diberikan pada anak, yang terpenting adalah nilai moral. Yang penting diberikan pada anak adalah moral, kebangsaan dan Pancasila, sesuai budaya bangsa,” tegas Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli dalam diskusi "Ancaman Pendidikan Anak Kita" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (19/5/2014).
Menurut Melani, keselamatan pendidikan anak bangsa di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat dibutuhkan. Karena itu harus diperhatikan secara seksama, karena sekolah mahal itu tidak menjamin keselamatan pendidikan anak.
"Jadi, penjahat seksual anak dan lainnya, tidak cukup dihukum 15 tahun penjara, melainkan harus yang membuat jera," ujar politisi Demokrat.
Sementara itu, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am sepakat dengan Melani. “Kita menginginkan, bagaimana para capres ini menjual gagasannya soal perlindungan anak, itu penting disampaikan dalam visi-misinya,” terangnya.
Ni’am menegaskan KPAI akan mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memasukkan materi soal pendidikan dan perlindungan anak-anak.
“Saya minta slot ke KPU, nanti debatnya ada soal perlindungan anak ke depan. Kita minta capres bisa merealisasikan, jangan sampai hanya sekedar wacana,” tuturnya.
Dekan fakultas syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjelaskan aksi kejahatan di lembaga sekolah berarti melakukan kejahatan dengan mengkambinghitamkan sekolah.
"Kekerasan ada di lingkungan pendidikan atas nama pendidikan ini merupakan ironi," katanya.
Dikatakan, masyarakat berperan penting untuk menjaga agar tak terjadi kekerasan di lingkungan pendidikan terhadap anak. "Hasil analisis KPAI salah satu penyebab kekerasan anak, adalah tipu daya,” katanya.