Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IRMA: Hapuskan Kesan KPU dan Bawaslu “Lembaga yang Pasti Benar"

Hingga saat ini, 900 kasus sengketa hasil pileg yang diajukan ke MK belum semua diselesaikan.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in IRMA: Hapuskan Kesan KPU dan Bawaslu “Lembaga yang Pasti Benar
HO/IST
Gerakan Perempuan Indonesia - IBU PERTIWI MEMANGGIL (IRMA), Jakarta, Jumat (13/6/2014): Belakang ki-ka: Ratih H. Soemoprawiro (Korda Surabaya), Galih Permata (Korda Bekasi), Mardiana (Jakarta), Dian Wisdianawati (Korda Cianjur), Mariska Lubis (Ketua Umum). Depan ki-ka: Angelina Evelyn (Jakarta), Sylvia Rosa (Korda Jakarta), Siti Sarah (Korda Banda Aceh), Clarence Victoria (Jakarta). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hendaknya kesan sebagai “Lembaga Yang Pasti Benar” yang melekat pada penyelenggara pemilu termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hendaknya dihapuskan.

Kondisi pemilu yang amburadul pada April lalu membuktikan bahwa kedua lembaga itu tidak profesional. Ketidakprofesionalan cara kerja lembaga penyelenggara pemilu tersebut  membuat masa depan bangsa serta negara Indonesia menjadi pertaruhannya.

Demikian ditegaskan Mariska Lubis, Ketua Umum Nasional Gerakan Perempuan Indonesia “Ibu Pertiwi Memanggil” (IRMA), Jumat (13/6/2014) silam.

Pernyataan itu disampaikan Mariska Lubis dalam diskusi dengan utusan IRMA Daerah yang dihadiri oleh Angel, Clarence Victoria dan Sylvia Rossa (Korda Jakarta),  Siti Sarah (Korda Aceh), Dian Wisdianawati (Korda Cianjur), Galih Permata (Korda Bekasi), Ratih H. Soemoprawiro (Korda Surabaya).

Menurut Mariska Lubis, yang juga penulis buku “Wahai Pemimpin Bangsa !!! Belajar Dari Seks Dong…” terbitan Grasindo, pernyataannya tersebut bukan soal percaya atau tidak percaya, tetapi refleksi dari dinamika pelaksanaan pileg pada April lalu.  

Hingga saat ini, dijelaskan lebih lanjut, 900 kasus sengketa hasil pileg yang diajukan ke MK belum semua diselesaikan dan bangsa Indonesia terpaksa menerima hasil tersebut meski banyak kasus tak terselesaikan.

“Bahkan untuk kasus Pileg Yogya yang begitu semrawutnya karena politik uang dilaporkan tidak ada kasus sama sekali. Dan, oleh sebuah media besar dikatakan pileg Jogjakarta sangat mengherankan jika tidak ada kasus. Itu baru satu daerah saja dan 900 kasus pileg ke MK merupakan bukti bahwa penyelenggara pemilu sangat tidak professional dalam menjalankan misinya,” tegas Mariska yang juga penulis “Ayahku Inspirasiku” terbitan Penerbit Kaki Langit.

Dijelaskan lebih lanjut, jika Indonesia mau mengakui, hasil pemilu yang sekarang digunakan sebagai pijakan Pilpres adalah hasil hitung cepat. Sehingga kalau kasus sengketa pileg itu yang ada di MK dibedah, bisa jadi Pilpres kali ini tidak sah.

Kalau mau ditelusuri lebih lanjut, katanya, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kuota 30 persen untuk perempuan hanya sebagai prasyarat lolos tidaknya sebuah partai untuk maju ke Pileg? Sehingga, sebenarnya apapun sistemnya, ditambahkannya, perempuan sebenarnya hanya sebagai obyek politik dan bukan menunjukkan bahwa pilegnya berlangsung demokratis karena melibatkan kaum perempuan.

“Perempuan yang lolos ke Senayan hanya sekitar 10 persen dari kuota yang seharusnya dan itupun dipertanyakan kualitas caleg yang lolos. Banyak caleg perempuan yang berkualitas kandas dan itu akibat dari politik uang yang menjamur di mana-mana. Lho, harusnya apapun hasilnya, kuota hasil itu harus terpenuhi juga. Namun yang terjadi jelas bahwa, sebenarnya perempuan jadi obyek politik dari prasyarat sebuah partai ikut dalam pileg,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Ujung dari penyelenggaraan pemilu yang buruk, diingatkan oleh IRMA, adalah perempuan dan keluarga sebagai korban. Pemilu yang buruk bukan soal politik uang atau “serangan fajar” saja tetapi soal kehidupan setelah pemilu itu sendiri.  

“Kehidupan yang berat akan dihadapi oleh para perempuan dan keluarga setelah pesta demokrasi selesai. Perempuan Indonesia menginginkan kehidupan yang layak dan terjamin setelah pemilu usai. Namun jika nasib sebagian besar perempuan dan keluarga tidak membaik, artinya pemilu tidak memberi dampak apapun dan tidak ada gunanya,” tegas Mariska.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas