Kapolri: Penanganan Obor Rakyat Bukan Atas Desakan dan Permintaan
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menegaskan pihaknya tetap memproses kasus Tabloid Obor Rakyat
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menegaskan pihaknya tetap memproses kasus Tabloid Obor Rakyat yang dianggap memojokkan Calon Presiden Joko Widodo. Tetapi proses hukum dikepolisian dikatakannya bukan karena permintaan.
Desakan terhadap Polri supaya kasus tersebut diusut tuntas secepatnya dilontarkan berbagai pihak, terutama dari kubu pendukung pasangan Calon Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Penegakan hukum dasarnya dari proses pencarian alat bukti dengan langkah-langkah yang dilakukan penyidik. Jadi kita tidak mendengarkan dari manapun tapi kita lakukan langkah proses penyelidikan sesuai ketentuan hukum acara pidana," ungkap Sutarman di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2014).
Dikatakannya, kepolisian bekerja tidak berdasarkan opini. Bila dibandingkan dengan kasus-kasus yang pernah ditangani Polri, banyak kasus yang proses penyelidikannya butuh waktu lebih lama dikarenakan alat buktinya sulit diperoleh.
"Tidak ada lamban atau tidak lamban," ujarnya.
Kepolisian belum menentukan sikap atas pelanggaran yang dilakukan Tabloid Obor Rakyat. Saat ini ada dua fokus pelanggarang yang sedang digali penyidik, apakah pelanggaran terkait undang-undang pers atau pidana umum.
Untuk mendalami pelanggaran terhadap Undang-undang Pers, kepolisian sudah menghadirkan Dewan Pers sebagai saksi ahli. Tetapi pengambilan keterangannya belum selesai sehingga akan dilanjutkan Rabu (2/7/2014).
"Kemarin saksi ahli dari dewan pers kita periksa, minta dilanjutkan Rabu jadi belum ada keputusan," ungkap Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Pol Suhardi Alius.
Kepolisian tidak mau tergiring opini yang menganggap bahwa dengan mudah pelakunya bisa ditangkap dalam kasus tersebut. Untuk itu, kepolisian terus melakukan pengambilan keterangan terhadap saksi ahli dalam rangka menentukan tindak pidana yang terjadi.
"Kita tidak bisa membuat konstruksi hukum berlandaskan asumsi atau opini. Sangat diperlukan saksi ahli, disini ada empat saksi ahli yang kita minta. Saksi ahli bahasa, dewan pers, kominfo, dan ahli pidana yang netral. Saksi itu sudah kita panggil tapi belum datang dua kali kita kirim ke instansi. Baru dewan pers yang datang itupun minta dilanjutkann besok," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.