Menilik Presiden Pilihan Masyarakat Baduy
Seseorang dengan nada lantang mengatakan bahwa setelah Soeharto lengser, warga Baduy merasa tidak aman.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Rendy Sadikin
Masyarakat Baduy di pagi hari, Minggu (7/7/2014) duduk di teras terdengar dari teras-teras rumah tempat orang-orang Baduy berkumpul membicarakan tentang Pilpres.
Kepala Desa dalam perbincangan dengan Tribun mengungkapkan bahwa bagi masyarakat Baduy tidak penting siapa yang akan menjadi presiden. Penting yang terpilih nanti mampu memberikan rasa aman untuk masyarakat Baduy.
"Kita tidak butuh pembangunan fisik yang terpenting keamanan. Kalau kesejahteraan kita bisa mencari mencari sendiri yang penting aman, sehingga masyarakat tidak malas bekerja di ladang. Kalau tidak aman jadi pada takut untuk bekerja pun," ungkapnya.
Memang di Desa Kanekes begitu sangat menghargai alam warganya dilarang menggunakan kendaraan bermotor karena dianggap bisa merusak jalan.
Jalan pun hanya jalan setapak, bukan tidak mau dibangun infrastruktur jalan yang baik dengan tembok atau aspal, tetapi dianggap bisa menciptakan kerusakan bagi alam.
"Kalau mobil masuk, motor masuk nanti bisa merusak alam," ucapnya.
Salman (30) seorang warga Baduy menganggap bahwa alam merupakan urat kehidupan, bila alam rusak, kehidupan masyarakat pun akan terganggu. "Itu kan uratnya, kalau kita saja uratnya rusak maka akan bokbrok," ujarnya.
Dalam Pemilu, masyarakat Baduy memang sudah memiliki kesadaran menggunakan hak politiknya.
Dikatakan Salman, saat pemilu legislatif meski hanya datang beberapa calon legislatif ke wilayahnya tetapi suara yang diberikan warga merata ke semua partai.
"Aneh juga, semua partai di sini dapat suara," ujarnya.
Meskipun terjadi perbedaan pendapat dalam masyarakat Baduy, tetapi mereka tidak menjadikan perbedaan sebagai bahan perselisihan.
"Kalau ada perselisihan cukup diselesaikan kalau istilah kami 15 menit di kobong (bilik suara)," kata Daniah.