Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ISKA: Pemilihan Presiden Wujud Persatuan Bukan Perpecahan Indonesia

Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) menyerukan pilpres bukanlah medan perang sesama anak bangsa.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in ISKA: Pemilihan Presiden Wujud Persatuan Bukan Perpecahan Indonesia
IST/Tribunnews.com
Ketua Umum Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Muliawan Margadana, di tengah diskusi publik dalam rangka Dies Natalis ke-56 organisasi tersebut, di Jakarta, Sabtu (24/5/2014). Diskusi Publik bertema Pemimpin dan Kejujuran itu menghadirkan Fadli Zon (Waketum Partai Gerindra) dan Andreas Parera (Ketua DPP PDIP) sebagai pembicara, serta Budiman Tanureja (Wapimred Kompas), Hemien Kleden (Executive Editor Majalah Tempo) dan Agung Pambudhi (Direktur Executif Apindo) sebagai panelis. Diskusi dipandu oleh AM Putut Prabantoro, konsultan komunikasi politik. 

TRIBUNNEWS.COM - Berevaluasi atas proses pemilihan presiden (Pilpres) di masa tenang ini, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) menyerukan pilpres bukanlah medan perang sesama anak bangsa.

ISKA mengutuk kampanye hitam dan fitnah dengan memainkan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Kampanye seyogyanya justru mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat, bukan sebaliknya saling menebar kebencian dan fitnah.  

Tim kampanye masing-masing kandidat seharusnya bekerja lebih keras  memberikan contoh kampanye yang baik, sehat, dan jujur. Masifnya kampanye hitam selama pemilu presiden dan wakil presiden kali ini sangat disesalkan ISKA.

“Menganalogikan pilpres seperti perang badar adalah tindakan biadab,” demikian diungkapkan Ketua Presidium ISKA, Muliawan Margadana di Jakarta, Senin (7/7/2014).

Pilpres, demikian Muliawan, adalah suskesi pemerintahan secara damai, bukan perang badar. Pilpres kali ini, menurut Muliawan, sangat brutal karena kampanye hitam, dugaan ketidaknetralan Media yang menjadi partisan, isu keterlibatan TNI, kebohongan, dan penyebaran kebencian terjadi di lapangan.

Muliawan menilai kampanye hitam dan negatif terkesan dibiarkan oleh penyelenggaran negara. ISKA menggugat peran KPU, Bawaslu, dan Polri.

Tiga lembaga tersebut, kata Muliawan, harus melacak dan menyelesaikan secara hukum atas kampanye hitam dan negatif, yang jelas-jelas melanggar norma hukum dan etika penyelenggaraan pemilu.

Berita Rekomendasi

“Media seyogyanya mencerdaskan dan tidak justru melakukan penyesatan publik,” gugat Muliawan.   

Menurut ISKA, pilpres harus dilihat sebagai bagian integral untuk menuju masyarakat yang demokratis, dan saat ini maraknya kampanye hitam terlihat seperti upaya pembenturan diantara sesama anak bangsa, hingga kualitas demokrasi Indonesia yang belum matang ini sepertinya akan dibelokkan.

Muliawan memaparkan Indonesia masih memiliki segudang permasalahan. Misalnya, kemiskinan dan kesenjangan sosial, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, mutu pendidikan, pengangguran, tenaga kerja Indonesia di luar negeri, kerusakan lingkungan hidup, serta pengembangan sikap toleran, inklusif, plural demi terciptanya suasana rukun dan damai dalam masyarakat.

Karena itu, tim suskes masing-masing kandidat seharusnya mengkampanyekan bagaimana solusi aneka permasalahan tersebut, bukan justru makin memperkeruh kondisi.

ISKA mendorong masyarakat untuk memilih sosok yang memiliki integritas moral. Lihatlah rekam jejak para calon presiden dan wakil presiden. Apakah mereka sungguh memiliki watak pemimpin yang melayani dan memperjuangkan nilai-nilai Pancasila, solidaritas, subsidiaritas, serta memberi perhatian lebih kepada warga negara yang kurang beruntung.

Presiden terpilih harus dapat menyelesaikan lima masalah besar bangsa, yaitu kemiskinan, korupsi, bangunan sistem politik yang demokratis, kerusakan lingkungan, dan ancaman terhadap hidup bersama secara damai dan toleran.

Muliawan juga mengimbau kepada tim kampanye agar memperkokoh bangunan demokrasi dengan cara melaksanakan pemilu yang jujur. Rakyat harus menjadi pemilih yang berdaulat.

Politik uang, kata Muliawan, selama ini telah meracuni jantung demokrasi Indonesia. Pilar-pilar demokrasi di Indonesia berarkar pada pondasi cakar ayam bernama uang dan diperkokoh oleh semen agama yang dipraktikkan secara transaksional.

“Kekuasaan rakyat telah dirusak oleh kedaulatan uang,” ungkap Muliawan prihatin.

Karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut mengawasi praktik politik uang dalam pilpres pada 9 Juli mendatang. ISKA menolak politik transaksional!

Selain itu, ISKA mengajak segenap masyarakat untuk mengawal hasil pilpres. Menurut Muliawan, kualitas kejujuran dalam pilpres akan menentukan kualitas kematangan demokrasi Indonesia dan kualitas presiden terpilih.

Belajar dari pengalaman pemilu legislatif lalu, masalah pelik yang berbuntut panjang adalah bagaimana mengamankan suara. Banyak kasus, kata Muliawan, kekalahan disebabkan suara tidak berhasil dikawal.

“Hal ini bisa terjadi karena maraknya kecurangan dalam pemilu kita,” tegas Muliawan.

Pencurian suara marak karena lemahnya KPU dan struktur jajarannya. Dengan kata lain, peserta tidak bisa mempercayakan sepenuhnya kepada penyelenggara.

ISKA berharap kecurangan yang marak di pileg dan minimnya perhatian publik terhadap maraknya kecurangan tersebut hendaknya tidak terulang di Pilpres.

Selain itu, ISKA mengajak peran media untuk memberikan porsi yang cukup terhadap pemberitaan seputar jalannya penghitungan dan rekapitulasi suara.

“Suara rakyat harus dikawal supaya kedaulatan rakyat dapat terjamin. ISKA berharap pilpres dapat berjalan dengan jujur, adil, bebas, dan rahasia,” tegasnya.

Muliawan menjelaskan, perbedaan pendapat serta pilihan politik adalah keniscayaan dalam sebuah pilpres, karena hanya ada dua kandidat yang muncul kali ini.

Tentu saja perbedaan itu harus diarahkan untuk menjauhi konflik atau perpecahan, karena hal tersebut tidak akan menguntungkan siapa pun.

“Siapa pun yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, segenap masyarakat Indonesia haruslah mendukung hasil pilpres,” ujar Muliawan.

ISKA mengajak semua elemen masyarakat agar siapa pun yang terpilih nanti hendaknya didukung secara penuh.

“Segala perbedaan pendapat dan pilihan politik hendaknya berhenti saat presiden dan wakil presiden terpilih dan dilantik pada bulan Oktober 2014 mendatang,” kata Muliawan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas