Saksi Prabowo-Hatta Ungkap Ada Pelanggaran di 278 TPS di Nias Selatan
Irwansyah, saksi pasangan Prabowo-Hatta di KPU Provinsi Sumatera Utara, mengungkapkan berbagai kecurangan yang terjadi di Nias Selatan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Irwansyah, saksi pasangan Prabowo-Hatta di KPU Provinsi Sumatera Utara, mengungkapkan berbagai kecurangan yang terjadi di Nias Selatan.
Menurut Irwansyah, KPU Nias Selatan tidak melaksanakan rekomendasi dari Panwas Nias Selatan yang merekomendasikan 278 TPS di 27 kecamatan.
"Adanya temuan dan laporan yang kami terima terkait adanya pelanggaran pemungutan suara di Nias Selatan yang mulia. Itu kami dapati sesuai juga dengan rekomendasi Panwas Nias Selatan yang rekomendasikan di 278 TPS yang tersebar di 27 kecamatan yang tidak dilaksanakan KPU Nias Selatan," kata Irwansyah saat memberikan kesaksian sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di ruang sidang utama Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Saat rekapitulasi tingkat KPU Provinsi, kata Irwansyah, mereka sudah menyampaikan keberatan tersebut. Namun keberatan mereka tidak ditindaklanjuti karena dianggap kurang bukti.
Irwansyah menurutkan rekomendasi tersebut dikeluarkan Panwas karena partisipasi pemilih yang melebihi seratus persen. Berdasarkan data yang dimilikinya, warga yang sudah meninggal juga terdafar dalam DPT dan menggunakan hak pilih.
"Rekomenasi itu keluar karena partisipasi pemilih yang 100 persen bahkan lebih di beberapa TPS tersebut. Ditemukan orang-orang meninggal mencoblos juga yang mulia. Ada yang pindah domisili, namamnya dobel ikut mencoblos," ujar Irwansyah.
Menurut Irwansyah, akibat kejadian tersebut pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 26.064 suara sementara pasagnan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 171.401 suara.
Munawan Halawa, saksi Prabowo-Hatta di PPK Ono Hajuga mengungkapkan keganjilan data pemilihan di desa Sisarahili Oyo. Kata Munawan, di kampungnya jumlah pemilih tetap (DPT) adalah 116 dan semuanya memilih.
Keganjilan data tersebut, kata Munawan, karena di kampung dia 18 orang sudah merantau ke luar pulau dan ada yang sudah meninggal.
"Pertanyaan saya, kenapa mayat-mayat itu bisa memilih?," kata Munawan. Mendengar pertanyaan tersebut, Ketua Majelis Hamdan Zoelva pun mengingatkan bukan porsi saksi yang bertanya ke hakim karena hakim lah yang bertanya kepada saksi.