Komisi X: Jokowi Melanggar Konstitusi Karena Kurangi Anggaran Pendidikan 20 Persen di APBN
“Nah, seharusnya yang perlu dibenahi adalah tidak tepat guna terutama untuk transfer daerah itu."
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih menilai keluarnya Instruksi Presiden Jokowi kepada Menteri Keuangan agar mengurangi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, melanggar konstitusi.
Sebab Pasal 31 UUD 1945 ayat (4) menyebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
“Diskusi soal ini, kita bisa belajar dari dana abadi umat di Kementerian Agama yang mengantongi investasi hingga mencapai sekitar Rp80 Triliun. Tapi masyarakat susah mengakses, malah yang terjadi banyak menjadi kasus hukum,” kata Fikri Faqih melalui pesan singkat, Kamis (6/4/2017).
Diketahui, dalam pembahasan Pagu Indikatif RAPBN-P 2017 di Sidang Kabinet Paripurna, Selasa (4/4), Presiden Jokowi menjelaskan dana pendidikan yang besar selama ini terlalu bersifat rutinitas dan tidak tepat sasaran dan guna dalam penyerapan.
Karena itu, Presiden Jokowi meminta agar alokasi anggaran tersebut dialihkan ke Dana Abadi Pendidikan agar dapat membiayai program pascasarjana hingga doktor di luar negeri.
“Kondisi keuangan negara yang lagi sulit seperti ini boleh saja ada pengetatan keuangan di segala bidang. Tapi, tidak boleh mengurangi konsentrasi pembangunan manusia lewat pendidikan, karena akan berakibat fatal pada masa yang akan datang,” kata politisi PKS ini.
Di sisi lain, Fikri menerangkan bahwa selama ini dana riil untuk lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi baru mencapai 6 persen (Rp128,99 T) dari APBN yang besarnya sekitar Rp2080,45 T (APBN 2017).
Sehingga, jika alokasi anggaran pendidikan benar mencapai 20 persen, maka akan mencapai Rp 416,09 T dari APBN. Meskipun demikian, Rp12,83 T darinya dialokasikan untuk Kementerian/Lembaga Non-Pendidikan (kedinasan) dan 268,18 T berupa transfer daerah.
“Nah, seharusnya yang perlu dibenahi adalah tidak tepat guna terutama untuk transfer daerah itu. Bukan malah dipangkas dan menjadi dana abadi pendidikan. Pemerintah harus bijak dan sebaiknya melihat kondisi pendidikan di daerah seperti apa,” kata Fikri.
Diketahui, pengalokasian sebagian anggaran pendidikan untuk dana abadi ini akan mulai dilaksanakan dalam APBN 2018.
Anggaran tersebut akan digunakan biaya riset pada jenjang S2 dan S-3.
Meski demikian, kata Fikri, Komisi X berharap agar kebijakan ini malah tidak menimbulkan ketimpangan pendidikan antara daerah maju dan belum maju secara pendidikan.