Soal Revolusi Industri 4.0, Gita Gutawa: Ada yang Lebih Penting dari Sekadar Akdemik
sistem pendidikan secara utuh harus ikut beradaptasi dengan perkembangan teknologi, mulai dari kurikulum, cara mengajar, sistem pengajaran
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
![Soal Revolusi Industri 4.0, Gita Gutawa: Ada yang Lebih Penting dari Sekadar Akdemik](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/seminar-pra-munas-kagama-xiii.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Aluna Sagita Gutawa atau yang akrab dipanggil Gita Gutawa menyampaikan pandangannya terkait revolusi industri 4.0 kaitannya dengan pembangunan manusia Indoneisa.
Penyanyi Indonesia yang menghabiskan masa kuliahnya di Inggris itu mengatakan, Revolusi Industri 4.0 tidak hanya sebatas mengadopsi teknologi untuk penyelenggaraan pendidikan.
Menurutnya, sistem pendidikan secara utuh harus ikut beradaptasi dengan perkembangan teknologi, mulai dari kurikulum, cara mengajar, sistem pengajaran, dan sebagainya.
Demikian ia sampaikan dalam Seminar Pra-Munas KAGAMA XIII di Museum Ranggawarsita Semarang, Kamis (22/8/2019) bertajuk 'Pendidikan Bangsa dalam Menyiapkan SDM Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0'.
“Intinya, bagaimana sekolah itu tersistem dengan baik,” ujar lulusan S2 London School of Economics and Political Science LSE itu.
Menurut pelantun lagu Harmoni Cinta itu, di era digital ini banyak pekerjaan yang akan tergeser diganti dengan robot.
“Mari kita belajar sebanyak-banyaknya,” ujarnya.
"Kelak pada 2020 banyak bermunculan profesi yang tak terduga, misalnya data analysts and scientist, AI and machine learning specialist, software and aplications developers and analysts, big data specialist, digital transformation specialist, dan sebagainya,” paparnya.
Untuk itu, ia mengajak para hadirin untuk berinvestasi pada skill demi menyongsong masa depan.
“Ada yang lebih penting dari sekadar akademik, yakni skill. Misalnya kita perlu mengasah keterampilan, kreativitas, negosiasi, multitasking, kecerdasan emosi, dan sebagainya,” ungkapnya.
Ia mencontohkan pengalaman hidupnya. Menurut dara kelahiran Jakarta 11 Agustus 1993 ini bakat dan kemampuan bermusiknya diasah melalui kebiasaan latihan dan lingkungan yang mendukung.
“Sejak kecil diajak papah ke tempat-tempat kreatif, dan akhirnya tertarik. Kreativitas itu bisa dilatih, bukan karena papahku musisi lalu aku musisi. Semua berawal dari kebiasaan dan latihan. Situasi sekitar juga sangat membantu. Sekolah-sekolah juga mengubah caraku berpikir, berdialog, dan sebagainya,” ungkapnya.
Seminar yang dihadiri 700-an peserta ini merupakan rangkaian kegiatan Pra-MUNAS KAGAMA XIII di Bali pada 15-17 November 2019.
Seminar menghadirkan Wikan Sakarinto (Dekan Sekolah Vokasi UGM), Retno Listyarti (Praktisi pendidikan, dan kini aktif sebagai Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia_KPAI), Gita Gutawa (Artis, entrepreneur yang menekuni bidang seni), dan Mahfud MD (Anggota Dewan Pengarah BPIP).
Rangkaian seminar bakal diadakan di lima kota dan lima pulau (Semarang, Balikpapan, Medan, Manado, dan Bali) selama Agustus-November, yang diakhiri dengan FGD di Yogyakarta untuk merumuskan rekomendasi hasil seminar.