Soal Penghapusan UN, KPAI: Pertama Kalinya Pendidikan di Indonesia Mengedepankan Nalar
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung rencana Mendikbud Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN) tahun 2021.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN) pada 2021 mendatang.
Komisioner KPAI, Retno Listyarti menilai Asesmen Kompetensi Minimum sebagai pengganti UN, adalah hal yang perlu didukung penerapannya.
"Asesmen itu sebenarnya bagus. Pertama adalah untuk pertama kalinya pendidikan Indonesia tidak pakai hafalan," ungkap Retno Listyarti, dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).
Selain itu, Retno mengatakan pada 2021 mendatang, pendidikan Indonesia untuk pertama kalinya menerapkan penggunaan penalaran.
"Tetapi pendidikan Indonesia untuk pertama kalinya nalar itu dihargai. Bahkan nalar itu didorong. Ini bagus," sambung Retno.
Retno mengungkapkan sistem Asesmen Kompetensi Minimum harus melihat keadaan guru sebagai pendidik di sekolah.
"Kedua adalah portofolio. Problemnya adalah niat yang bagus ini harus melihat kondisi lapangan. 25 tahun dari hasil riset menunjukkan bahwa guru-guru di Indonesia itu mengajar dengan pola yang tidak berubah selama 25 tahun terakhir," tuturnya.
Adanya penerapan sistem Asesmen Kompetensi Minimum sebagai pengganti UN ini membuat siswa belajar tanpa metode hafalan.
Menurut Retno adanya penghapusan UN akan membuat siswa terbiasa dalam belajar lebih keras.
Dikutip dari Kompas.com, kendati mendukung kebijakan baru dari Mendikbud, Retno berpendapat adanya penghapusan UN tetap akan berdampak pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Sebab ada beberapa daerah yang masih menggunakan nilai UN sebagai tolok ukur dalam penerimaan siswa di sekolah.
Ia mencontohkan Provinsi DKI Jakarta masih berpedoman nilai UN sebagai tolok ukur dalam PPDB.
Disisi lain, Retno menyoroti peran guru memberikan pengajaran dalam pendidikan di sekolah.
Menurutnya, tidak hanya siswa melainkan guru harus melakukan perubahan.
Dalam penerapannya, guru mengajar masih minim mengajak siswa untuk menggunakan literasi.
Hal ini akan berakibat membuat siswa tak terbiasa membudayakan untuk mengedepankan belajar dengan sistem literasi.
Adanya pola seperti ini, Retno berpendapat harus dilakukan pembenahan secara cepat.
Tujuannya agar kebijkan program 'Merdeka Belajar' yakni penghapusan UN betul terealisasikan dalam memperbaiki sistem pendidikan.
"Misalnya budaya literasi. Guru-guru Indonesia aja mayoritas itu bukan pembaca, bukan guru yang budaya literasi baik. Jadi dia juga nggak bisa menulari murid-muridnya," ujar Retno, dikutip dari Kompas.com.
"Jadi seluruh komponen di sekolah itu yang dilatih, sehingga bisa terjadi perubahan cepat. Jadi budaya yang lama itu bisa ditinggalkan," lanjutnya.
Jika UN akan dihapus, tetapi cara mengajar guru tidak berubah maka akan sulit untukn mencapai tujuan yang diharapkan.
Guru harus berkualitas jika menuntut siswa-siswinya berkualitas.
"Guru berkualitas, siswanya juga berkualitas. Kalau para guru dan siswa berkualitas, maka sekolah pasti berkualitas. Jadi kuncinya di guru," katanya.
Program 'Merdeka Belajar'
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
1. USBN akan diubah dengan ujian Asesmen Kompetensi Minimum yang diselenggarakan untuk sekolah.
Ujian ini dapat dilaksanakan dalam bentuk tertulis atau sistem lain yang lebih komprehensif.
Contohnya adalah sistem portofolio dan penugasan kelompok, karya tulis, dan lain-lain.
2. Pihak sekolah akan mengembangkan sendiri sistem penilaian belajar siswa.
3. Anggaran USBN akan dialihkan untuk digunakan sebagai pengembangan kapasitas guru dan sekolah.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri.
Ujian Nasional (UN)
1. UN akan dilakukan terakhir pada tahun 2020.
2. UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter.
3. UN akan dilakukan di pertengahan masa jenjang sekolah misalnya:
- Sekolah Dasar akan dilakukan penilaian pada kelas 4, bukan kelas 6.
- Sekolah Menengah Pertama akan dilakukan penilaian pada kelas 8, bukan kelas 9
- Sekolah Menengah ke Atas akan dilakukan penilaian di kelas 11, bukan 12.
Hal ini bertujuan untuk mendorong guru dan sekolah agar memperbaiki mutu pendidikan dalam pembelajaran siswa.
Adanya sistem ini maka tidak akan bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dipersingkat
1. Guru bebas memilih membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.
2. RPP berisi tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, dan asesmen kompetensi.
3. RPP akan dikerjakan hanya dalam 1 halaman saja
4. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif.
Hal ini agar guru mempunyai waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Fleksibel
1. Kebijakan 'Merdeka Belajar' tetap menggunakan sistem zonasi.
2. Komposisi PPDB sbeagai berikut:
- Jalur Zonasi minimal 50 persen;
- Jalur Afirmasi minimal 15 persen;
- Jalur Perpindahan maksimal 5 persen;
- Jalur Prestasi (sisa 0-30 persen) disesuaikan kondisi daerah. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari/Fitria Chusna Farisa)