Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akademisi Kritik Permendikbud-Ristek Soal PPKS: Sulit Dijalankan, Banyak Frasa Multiinterpretasi

Universitas Pancasila menggelar webinar membahas Polemik Permendikwbud-Ristek No.30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Akademisi Kritik Permendikbud-Ristek Soal PPKS: Sulit Dijalankan, Banyak Frasa Multiinterpretasi
IST
Webinar membahas Polemik dan Urgensi Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual yang diselenggarakan Universitas Pancasila, Jakarta. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Pancasila menggelar webinar membedah kontroversi Permendikbud-Ristek No.30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual, yang digunakan sebagai payung hukum bagi perguruan tinggi dalam menanggulangi kasus kekerasan seksual yang semakin marak terjadi.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Aully Grashinta yang menjadisalah satu narasumber, mengatakan banyak kasus terjadi dan tidak diketahui oleh stakeholders perguruan tinggi jika melihat dari phychological perspective terhadap fenomena kekerasan seksual. 

"Hal ini dikarenakan keengganan korban untuk melaporkan tindak kekerasan seksual yang terjadi pada korban karena ketiadaan jaminan untuk perlindungan atas keamanan para korban. Yang akhirnya menjadikan Permendikbud-Ristek tentang PPKS ini urgen untuk diterapkan karena substansinya yang sudah mengakomodir terkait perlindungan korban kekerasan seksual," ujar Aully, dalam keterangannya, Jumat (10/12/2021).

Baca juga: Ini Isi Pasal Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang PPKS yang Tuai Pro dan Kontra

Lain halnya dengan Aully, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila yakni Ricca Anggraeni dan Rocky Marbun menyampaikan bahwa Permendikbud-Ristek ini termasuk kepada peraturan yang sulit untuk dilaksanakan di tingkat universitas.

Baca juga: Gaduh Permendikbudristek 30/2021 Tentang PPKS, DPR akan Panggil Mendikbudristek Nadiem Makarim

"Itu karena banyaknya frasa yang multiinterpretasi dan banyaknya tatanan birokrasi baru yang dimunculkan pada substansi Permendikbud-Ristek tersebut," kata Ricca. 

"Kesimpulannya harus terdapat revisi terbatas atas Permendikbud-Ristek tentang PPKS agar dapat implementatif pada tingkat perguruan tinggi," papar Rocky. 

Baca juga: Permendikbudristek PPKS Ditentang Sejumlah Pihak, Kemendikbudristek Beri Tanggapannya

Berita Rekomendasi

Sementara dari kalangan mahasiswa aktif dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila, Nisrina Rienjani menyampaikan beberapa poin yang dihasilkan dari focus group discussion yang dihadiri oleh perwakilan mahasiswa yang sudah diselenggarakan pada 25 November 2021 silam. 

Antara lain seperti, kewajiban pembentukan Satgas sebagai kunci dalam implementasi Permendikbud-Ristek tentang PPKS dengan melibatkan 50% mahasiswa dalam partisipasinya, sekaligus memberikan wadah atau ruang aman bagi korban untuk melaporkan tindak Kekerasan Seksual di lingkungan Kampus. 

"Serta memastikan Peraturan Rektor yang hadir sebagai kebijakan turunan dari Permendikbud-Ristek nantinya akan berjalan dengan baik dan implementatif, sehingga dapat memberikan perlindungan dan penjaminan atas hak Korban secara holistik," kata Nisrina. 

Webinar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada sivitas akademika terkait substansi Permendikbud-Ristek tentang PPKS dan juga dapat dijadikan wadah untuk menyamakan persepsi dalam mengimplementasikan Permendikbud-Ristek tentang PPKS di lingkungan Universitas Pancasila.

Webinar ini juga bertujuan untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan peraturan pelaksana dari Permendikbud-Ristek tentang PPKS yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Sebab dalam perjalanannya Permendikbud-Ristek ini ternyata menuai beragam respon dari berbagai kalangan karena dianggap menjadi salah satu dari sekian banyak peraturan yang memiliki kecatatan formil dan materil. 

Cacat formil yang ditudingkan hadir lantaran prosesnya yang tidak melibatkan banyak pihak atau stakeholders, sedangkan cacat materil yang dimaksud adalah karena materi muatannya yang dianggap sering menggunakan frasa-frasa yang multiinterpretasi dan bersebrangan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat dan juga agama. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas