Lirik Lagu Ibu Kita Kartini Ciptaan WR Supratman untuk Peringati Hari Kartini 21 April
Lagu Ibu Kita Kartini yang dikarang oleh W.R. Supratman itu merupakan ungkapan kekaguman, penghormatan dan penghargaan kepada Raden Ajeng Kartini.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Miftah
Saya ini anak bangsa Jawa, dibesarkan dan seumur hidup ini ada di sini. Percayalah bahwa wanita Jawa juga mempunyai hati yang dapat merasakan, dapat menderita, sama dengan hati wanita negeri Nyonya (negeri Belanda) yang paling halus sekalipun...
Tetapi, mereka hanya menderita dengan berdiam diri, mereka menyesuaikan diri, karena tidak berdaya, disebabkan oleh kurang pengetahuan dan kebodohan ...
Orang Belanda suka menertawakan dan mengolok-olok kebodohan bangsa kami, tetapi kalau kami mau belajar, mereka menghalang-halangi dan mengambil sikap memusuhi kami. Kami mau mencapai pengetahuan dan peradaban yang sama dengan orang Eropa. Menghalang-halangi kemajuan rakyat adalah sama dengan perbuatan Casar yang pada satu pihak mengkhotbahkan perdamaian kepada dunia, tetapi pada lain pihak menginjak-injak hak-hak rakyatnya sendiri (surat Kartini untuk nyonya Nellie van Kol, 1 Agustus 1901 dalam Sitisoemandari, 1986:64)
2. Surat 2
Ia pun prihatin atas sikap dan perilaku para Penguasa yang mementingkan diri sendiri:
Rasa setiakawan tidak ada dalam masyarakat bangsa pribumi, maka itu harus dihina dan dibimhing. Kalau tidak, mustahil seluruh rakyat bisa maju. Anggapan kaum ningrat bahwa mereka berhak mendapat segala yang paling baik timbul dari pandangan salah yang telah berakar dalam, bahwa kaum ningrat adalah golongan yang lebih baik, makhluk-makhluk yang tingkatnya lebih tinggi daripada rakyat biasa, dan oleh karena itu berhak atas segala yang terbaik. Untuk membasmi pandangan salah yang menghambat jalannya kemajuan ini lagi-lagi kaum Ibulah yang dapat berjasa sangat banyak (Kartini Sitisoemandari, 1986:155)
3. Surat 3
Kartini pernah merenungkan tentang posisi perempuan dengan laki-laki di Jawa ayng hanya dijadikan obyek kesenangan kaum laki-laki dan diperlakukan seperti boneka.
Saya ingin juga mempunyai anak, laki-laki dan perempuan. Akan saya didik, akan saya bentuk menjadi manusia menurut kehendak hati saya. Pertama-tama akan saya hapuskan adat kebiasaan yang buruk yang lebih menguntungkan anak laki-laki daripada anak perempuan, Kita tidak boleh heran akan sifat laki-laki yang memikirkan dirinya sendiri saja, kalau kita pikirkan bagaimana ia sebagai anak sudah dilebihkan dari pada anak perempuan... Bukankah acapkali saya mendengar ibu-ibu mengatakan kepada anak-anaknya yang Iaki-laki, bila mereka jatuh dan menangis: Cis, anak laki-laki menangis, seperti anak perempuan..Dan semasa kanak-kanak, laki- laki sudah diajar memandang rendah anak perempuan ...
Saya akan mengajar anak-anak saya baik laki-laki maupun perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama (surat Kartini untuk Stella, 23 Agustus 1900)
4. Surat 4
Kalau memang benar pada diri kami ada sifat yang dapat membentuk anak laki-laki yang cakap dan tangkas, mengapa kami tidak boleh menggunakannya untuk meningkatkan diri menjadi wanita yang demikian pula? Dan tidak bergunakah perempuan cakap dalam masyarakat? Kami perempuan Jawa
terutama sekali wajib bersifat menurut dan menyerah. Kami harus seperti tanah liat, yang dapat dibentuk sekehendak hati orang (surat Kartini untuk nyonya M.C.E Ovink- Soer, Agustus
1900)
5. Surat 5
... Perempuan sebagai pendukung Peradaban! Bukan, bukan karena perempuan yang dianggap cakap untuk itu, melainkan karena saya sendiri juga yakin sungguh-sungguh, bahwa dari perempuan mungkin akan timbul pengaruh besar, yang baik atau buruk akan berakibat besar bagi kehidupan: bahwa dialah yang paling banyak dapat membantu meninggikan kadar kesusilaan manusia.