Sekolah Penggerak, Pembelajaran Kian Menyenangkan dengan Kreativitas Guru dan Siswa
Program Sekolah Penggerak memberikan banyak manfaat bagi para guru di sekolahnya, khususnya dalam membuat materi pembelajaran.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Program Sekolah Penggerak (PSP) menjadi salah satu upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam mewujudkan visi pendidikan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Hal ini sesuai dengan enam nilai yang terkandung pada Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; kreatif; bernalar kritis; dan mandiri.
Berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sekolah mulai dari siswa, guru, hingga kepala sekolah, Program Sekolah Penggerak menjadi prioritas kebijakan Kemendikbudristek melalui Merdeka Belajar Episode ke-7 yang diluncurkan pada bulan Februari tahun 2021.
Sejak diluncurkan, PSP telah diterapkan sejumlah sekolah di Indonesia. Dampak positif telah dirasakan setiap Sekolah Penggerak, seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 41 Jakarta yang telah terpilih menjadi Sekolah Penggerak sejak April 2021 dan mengimplementasikan di bulan Juli (tahun ajaran baru 2021/2022).
Metrin Evivi, Kepala SMP Negeri 41 Jakarta berbagi pengalaman pelaksanaan Sekolah Penggerak di sekolahnya. Sejak dinyatakan lulus menjadi Kepala Sekolah Penggerak, Metrin langsung membuat perencanaan dengan membuat In House Training (IHT) yang menghadirkan instruktur dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Bandung, Jawa Barat. Kemudian, Etrin mulai mengimplementasikan dan membuat Tim Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang terdiri dari Komite Pembelajaran (Pengawas, kepala sekolah, dan guru) dan Komite Sekolah.
“KOSP ini digunakan sebagai petunjuk dan arah bagaimana melaksanakan kurikulum di sekolah,” tutur Metrin menjelaskan.
Guru lebih Kreatif
Metrin mengungkapkan dengan adanya Program Sekolah Penggerak memberikan banyak manfaat bagi para guru di sekolahnya, khususnya dalam membuat materi pembelajaran. Salah satu contohnya, para guru diarahkan untuk membuat modul ajar, merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan merancang praktik pembelajaran untuk melihat karakteristik peserta didik.
“Misalnya pada implementasi materi ajar untuk peserta didik kami membuatnya dalam bentuk audio, visual, dan kinestetik yaitu dengan gerak. Jadi guru-guru harus bisa merancang pembelajaran dimana ketiga gaya belajar ini bisa terakomodir. Selain itu, guru-guru juga harus merancang asesmen yang sesuai dengan karakteristik siswa dan juga pencapaiannya,” imbuh Metrin.
Lebih lanjut dijelaskan Metrin, tim yang sudah ia bentuk akan melaksanakan tugas sosialisasi kepada orang tua dan murid terkait materi ajar dalam projek yang sudah dipersiapkan. Setiap guru nanti akan menjadi pembimbing dan mendampingi siswanya mulai dari anak-anak merencanakan projek, melihat proses hingga hasil akhir.
“Di asesmen ini sudah ada juri, jadi pembimbing dan juri ini bersama-sama melihat projek yang dilakukan oleh para siswa. Kemudian juga nanti pada asesmen dinilai terkait produk dari projek Profil Pelajar Pancasila dalam bentuk berupa foto, stiker, video tampilan anak-anak, atau produk,” jelas Metrin.
Dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis projek yang mengadopsi Profil Pelajar pancasila, Metrin mengungkapkan bahwa karakter anak menjadi lebih nyata sesuai harapan.
“Kami sudah melihat hasilnya karena dari awal pelaksanaan projek anak-anak sudah melakukan perencanaan, menikmati prosesnya. Anak-anak juga antusias sehingga menumbuhkan jiwa kreatif dan kompetitif. Jadi intinya dengan kegiatan projek Profil Pancasila ini kami melihat anak-anak bisa menjadi kuat karakternya,” kata Kepala SMPN 41 tersebut.
Sebagai sosok yang terpilih menjadi kepala sekolah penggerak, Metrin juga harus menyiapkan guru-guru yang unggul, memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang baik.
“Nah jadi kalau saya memilih guru dengan kompetensi profesional artinya guru yang tidak gagap teknologi (gaptek) alias dia harus melek IT agar nanti bisa menyajikan pembelajaran, merancang pembelajaran dengan menggunakan sistem yang sesuai kekinian, karena kan anak-anak sekarang adalah anak-anak generasi digital,” imbuh Metrin.