Indonesia Kekurangan Ahli IT, Perlu Penguatan Kurikulum Teknologi di Pendidikan Tinggi
Di tengah adopsi digital yang kuat, Indonesia masih menghadapi kendala masih kurangnya ahli IT yang mumpuni.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribun Network, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2015-2017 sebesar 90 persen.
Karena itu, memperkuat kemandirian solusi IT menjadi modal Indonesia agar dapat melompati batasan dan menjadi negara maju di bidang teknologi informasi. Kebutuhan akan ahli IT yang mumpuni sangat penting dalam menghadapi tantangan ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil pendataan Survei Susenas 2021, 62,10 persen populasi Indonesia telah mengakses internet di tahun 2021. Angka ini mencerminkan bahwa tingkat penggunaan teknologi informasi di masyarakat terus meningkat.
Namun, Indonesia masih menghadapi kendala masih kurangnya ahli IT yang mumpuni. Jumlah sarjana di bidang teknologi informasi atau ekonomi digital tiap tahun hanya 100 ribu orang dan belum mencukupi kebutuhan pasar.
Untuk mengatasi tantangan ini, kolaborasi antara ekosistem akademik, pemerintah, dan bisnis merupakan kunci. Penguatan kurikulum di bidang IT yang relevan dengan kebutuhan industri sangatlah penting.
Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya perlu selalu memutakhirkan kurikulum yang terkait dengan perkembangan teknologi informasi dan memberikan contoh nyata kepada mahasiswa dalam menghadapi situasi implementasi IT dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bisnis, pemerintahan maupun lainnya.
Kolaborasi dengan perusahaan teknologi dan startup juga sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas dan keterampilan lulusan IT melalui program magang, kerjasama riset, serta pendanaan untuk inovasi teknologi.
Hal ini juga akan membantu tidak hanya itu, kolaborasi dengan perusahaan teknologi dan startup juga sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas dan keterampilan lulusan IT.
Program magang, kerjasama riset, serta pendanaan untuk inovasi teknologi merupakan beberapa bentuk kerja sama yang dapat dilakukan. Hal ini juga akan membantu meningkatkan daya saing lulusan IT dari Indonesia di pasar global.
Baca juga: Pengamat Ekonomi Digital: Permendag PPMSE Perlu Masukkan Unsur Social Commerce
CEO PT Equnix Business Solutions Julyanto Sutandang mengatakan selain penguatan di bidang pendidikan, pemanfaatan sumber daya terbuka khususnya Open Source, juga perlu ditingkatkan.
Data Open Source Hardware Association menunjukkan, penggunaan Open Source dapat mengurangi biaya produksi dan mempercepat pengembangan solusi IT. Dalam konteks pendidikan, Open Source juga dapat menjadi sumber daya terbuka bagi mahasiswa dan pengembang dalam mempelajari dan mengembangkan solusi IT.
“Sebagai negara yang terus berkembang, Indonesia memiliki potensi besar dalam industri IT. Namun, ketergantungan pada solusi IT dari luar negeri masih menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi. Oleh karena itu, perusahaan anak bangsa seperti Equnix mengambil peran penting dalam menyediakan solusi IT yang dapat memenuhi kebutuhan enterprise di Indonesia,” kata Julyanto di webinar bertajuk ‘Kemandirian Solusi IT untuk Indonesia Maju’, Jumat (7/7/2023) malam.
Baca juga: Transaksi Pembayaran Online Via Payment Gateway Percepat Pertumbuhan Ekonomi Digital
Pada acara yang sama, I Made Wiryana, dosen dan peneliti dari Universitas Gunadarma menyebutkan, kemandirian IT salah satunya tak lepas dari pemanfaatan sumber daya Open Source.
Memanfaatkan Open Source memungkinkan masyarakat dapat menciptakan akses yang lebih luas untuk bahan belajar, bahan produksi, dan bahan riset yang terbuka untuk publik.
"Open Source tak hanya memberi manfaat bagi individu dan komunitas pengembang, tetapi juga membantu mempercepat perkembangan solusi IT berkualitas di Indonesia,” ujarnya.
Pendapat serupa dikemukakan Ahmad Syauqi Ahsan, dosen dan Kaprodi Sarjana TerapanTeknik Informatika PENS.
Kata dia dengan membangun ekosistem yang inklusif, semua pihak harus berkomitmen untuk menciptakan kemandirian dalam penelitian dan pengembangan teknologi di Indonesia.
"Dalam hal ini, kolaborasi dengan pemerintah, universitas, lembaga riset, dan komunitas IT juga menjadi fokus utama kita,” ujarnya.
Sedangkan bagi lembaga seperti Kantor Bea Cukai, masa depan keberhasilan terletak pada kemandirian dalam menciptakan solusi IT yang andal dan inovatif.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Jatim II Bea Cukai, Agus Sudarmadi, kita harus mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga dan mulai mengembangkan sistem sendiri.
Baca juga: Tren Digitalisasi, Kebutuhan Ahli IT Jadi Tantangan Dunia Bisnis di Masa Depan
“Melalui upaya peningkatan kemandirian IT melalui skema kolaborasi G2G2B secara terbuka dan independent, diharapkan kita dapat mengatasi tantangan masa depan dan menjaga integritas serta efisiensi tugas kami sebagai para punggawa Kantor Bea Cukai,” kata Agus.
Sementara itu Direktur X-Link Software, Cherdian menyebut kemandirian IT bukan lagi sesuatu yang bisa ditawar untuk kemajuan bangsa, pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia di mata dunia.
Kemandirian IT katanya harus menjadi prioritas nasional karena secara otomatis akan memperkuat ketahanan nasional.
"Itulah sebabnya pengembangan industri solusi IT yang dilakukan di dalam negeri membutuhkan dukungan regulasi, kurikulum akademis, dan awareness campaign kepada konsumen, " ujar Cherdian.
Kata kunci untuk membangunkan kemandirian lanjut Cherdian dalam penyediaan solusi IT yang mumpuni, adalah dengan bersama-sama membangunkan kesadaran akan hal itu.
Dengan kesadaran kolektif diharapkan akan mempercepat terciptanya ekosistem yang sesuai untuk tumbuhnya penyedia solusi lokal yang dapat menjadi pendukung kalangan bisnis dalam mengadopsi produk lokal maupun produk alternatif yang menghindarkan kita dari Vendor Lock-In.
“Teknologi sebaik apapun tidak akan dapat berguna dengan optimal bilamana tidak didukung oleh pembangunan sumberdaya manusianya. Tidak hanya sebagai pengguna teknologi tersebut, melainkan juga memiliki penguasaan untuk pengembangan, setidaknya perawatan maupun operasional," tambah Julyanto.
"ika tidak ada penguasaan, maka artinya kita hanya menggunakan produk, bukan teknologi. Kita hanya akan jalan ditempat, tidak berproses menjadi negara maju” pungkas Julyanto.
Tak kalah penting, di dunia yang memandang data menjadi entitas yang sangat berharga, menjaga independensi data base adalah sebuah keharusan.
Dengan independensi data base, perusahaan memiliki kebebasan untuk memilih solusi IT yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, serta fleksibilitas untuk mengubah dan mengembangkan platform data mereka. Independensi data base memungkinkan perusahaan dapat mengoptimalkan nilai data mereka sebagai ‘new oil’ dan membangun kemandirian solusi IT untuk beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi tantangan di masa depan.