Sampaikan Orasi Ilmiah, Lestari Moerdijat: Perlu Pemimpin yang Mampu Memimpin dengan Hati
diperlukan sebuah kesinambungan tidak hanya kemampuan kepemimpinan, tetapi bagaimana melahirkan pemimpin yang mampu memimpin dengan hati
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Peran perguruan tinggi sangat krusial untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan adaptif dan kolaboratif untuk melahirkan kepemimpinan masa depan yang memiliki passion dan memimpin dengan hati.
"Dalam satu dekade terakhir para pakar manajemen kerap merekomendasikan para eksekutif untuk memulai pekerjaannya dengan passion," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menyampaikan Orasi Ilmiah bertema Perform with Passion dalam rangka Dies Natalis ke-60 Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu (11/10).
Sejatinya, ujar Lestari, di dunia ekonomi dan bisnis, passion dipercaya menghasilkan daya dorong untuk menciptakan engagement dan memampukan seseorang membuat performa kerja secara maksimal.
Bila mengikuti perkembangan hari ini bagaimana organisasi itu dikelola, baik itu organisasi pendidikan, korporasi mau pun lembaga-lembaga di pemerintahan, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, diperlukan sebuah kesinambungan tidak hanya kemampuan kepemimpinan, tetapi bagaimana melahirkan pemimpin yang mampu memimpin dengan hati.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Pencegahan Perundungan di Lingkungan Pendidikan Harus Menjadi Prioritas Bersama
Kesuksesan seorang pemimpin, tambah dia, ditandai oleh lahirnya pemimpin baru yang mampu mengemban tugas dan tantangan di masa berikutnya.
Selain itu, ungkap Rerie yang juga doktor bidang Ilmu Manajemen Universitas Pelita Harapan itu, juga diperlukan optimalisasi sumber daya agar organisasi memliki daya ungkit dan daya dorong yang menciptakan hubungan yang baik antara atasan dan bawahan dengan hasil akhir capaian yang merepresentasikan keinginan bersama.
Apalagi, jelas Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, saat ini dunia berhadapan dengan ketidakpastian yang disebabkan oleh perang, perubahan teknologi, harga komoditas dan energi.
Rerie berpendapat, untuk menghadapi kondisi itu dunia bisnis perlu mengadopsi manajemen yang mampu melahirkan kepemimpin yang bekerja dengan hati. Selain itu, tegas dia, seorang pemimpin harus qualified. "Tahu yang dia tahu, tahu yang dia tidak tahu, dan tidak sok tahu bila tidak tahu," ujarnya.
Pemimpin, tegas dia, perlu menghimpun para ahli yang bekerja dalam satu tim untuk menutup ketidaktahuan sang pemimpin. Diperlukan kemampuan adaptif dan kolaboratif dalam kerjasama tim tersebut.
Dalam organisasi yang dinamis, tegas dia, passion menjadi kunci agar organisasi mampu berjalan menghadapi tantangan, beradaptasi sehingga memiliki kemampuan bertahan.
Kemampuan bertahan suatu organisasi, ujar Rerie, bisa diwujudkan melalui model pembelajaran dengan lima disiplin yang diperkenalkan Peter Senge, yaitu sistem berpikir (system thinking), penguasaan diri (personal mastery), model mental (mental model), pembelajaran berbasis kelompok (team learning), dan visi bersama (shared vision).
Menurut Rerie, civitas academica sebagai agen pengetahuan dihadapkan pada tantangan dan tuntutan pilihan rasional atas optimalisasi waktu serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, untuk melahirkan para calon pemimpin masa depan yang dapat menjalankan kepemimipinan dengan hati. (*)