Busyro Cs Minta Majelis Hakim PTUN Jakarta Putuskan Gugatan Penundaan Pilkada Sebelum 9 Desember
Busyro meminta majelis hakim PTUN Jakarta memutuskan gugatan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 sebelum tanggal 9 Desember 2020.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana gugatan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (19/11/2020). Agenda sidang yaitu pada tingkat pemeriksaan persiapan.
Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku Tergugat III mengaku sampai sidang dimulai tak kunjung menerima dokumen atau materi gugatan tersebut.
Namun Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari menegaskan pihaknya akan tetap hadir memenuhi panggilan sidang.
"Sampai dengan hari ini KPU belum menerima dokumen atau materi gugatan PTUN tersebut. KPU tetap hadir memenuhi panggilan PTUN Jakarta," kata Hasyim kepada wartawan.
Adapun gugatan perkara dengan nomor registrasi 203/G/TF/2020/PTUN.JKT itu diajukan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) yang kini menjabat Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas, wartawan senior Ati Nurbaiti, aktivis HAM Elisa Sutanudjaja, pegiat hak atas kesehatan Irma Hidayana, dan Direktur Jurnal Perempuan Atnike Nova Sigiro.
Baca juga: Pilkada 9 Desember akan Jadi Hari Libur Nasional
Sedangkan pihak tergugat adalah Komisi II DPR RI (Tergugat I), Menteri Dalam Negeri (Tergugat II), KPU RI (Tergugat III), serta Bawaslu (turut Tergugat), dan DKPP (turut Tergugat).
Busyro dkk menilai keputusan para tergugat tetap melanjutkan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum terkendali sebagai perbuatan melawan hukum.
Dalam petitumnya penggugat meminta majelis hakim PTUN Jakarta memerintahkan Tergugat I, II dan III untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Setidak-tidaknya sampai terbentuknya konsensus publik yang menyatakan situasi darurat pandemi telah terlewati dan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia terkendali dan atau telah sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Busyro Muqqodas Cs juga mengajukan speedy trial, alias melangsungkan persidangan secara cepat kepada hakim.
Mengingat pada 9 Desember atau kurang lebih 20 hari lagi pemungutan suara pilkada serentak sudah berlangsung.
"Karena tadi di persidangan kita juga meminta untuk adanya speedy trial, atau percepatan persidangan dikarenakan apabila putusan ini diputuskan setelah pilkada dilaksanakan pada 9 Desember maka ini menjadi sia-sia," kata kuasa hukum Penggugat Muhammad Syahputra Sandiyudha usai persidangan.
"Jadi kita minta majelis hakim PTUN Jakarta agar ini diputuskan sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak tanggal 9 Desember," tambah dia.
Kata Yudha, hakim menyebut speedy trial sangat mungkin dilakukan. Tapi dengan catatan, kedua belah pihak baik Penggugat dan Tergugat sama-sama menyepakatinya.
Sementara itu tergugat I Komisi II DPR RI dan turut tergugat DKPP RI, absen.
Baca juga: 15 Hal yang Tak Boleh Dilakukan ASN jika Tidak Ingin Disebut Langgar Netralitas di Pilkada 2020
Keputusan speedy trial akan ditentukan pada sidang pekan depan dengan agenda masih soal pemeriksaan permohonan.
"Tadi ada dua pihak yang belum hadir yaitu DKPP dan DPR RI. Jadi nanti minggu depan kita hadir bersama perbaikan berkas, lalu dua pihak belum hadir untuk hadir, bersama pihak lain juga untuk membahas masalah jadwal persidangannya," ucapnya.
"Jadi harapan kami bisa ada kebijaksanaan dari majelis hakim untuk memutuskan bahwa permintaan kita untuk speedy trial diterima," kata Yudha. (Tribun Network/dan/wly)