Pemerintah Diminta Antisipasi Risiko Munculnya Klaster Baru Pilkada
Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah, mengantisipasi risiko munculnya klaster baru penyebaran Covid-19 saat pilkada serentak.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah, mengantisipasi risiko munculnya klaster baru penyebaran Covid-19 saat pilkada serentak.
Netty menjelaskan, total ada 100.359.152 pemilih, 50,2 persennya perempuan yang akan memberikan hak pilihnya pada Pilkada 9 Desember 2020.
Sejumlah pengamat pun mengkhawatirkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19.
"Pemerintah harus memerhatikan keselamatan rakyat dengan mengantisipasi risiko munculnya klaster-klaster baru penularan Covid-19," kata Netty kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).
Menurut Netty, kerumunan massa di TPS pada hari pemilihan dan penghitungan suara sangat potensial menjadi ajang penularan Covid-19 jika tidak dilakukan upaya pencegahan.
"Keramaian di TPS akan mengundang orang datang dan berkerumun, apalagi saat penghitungan. Jika tidak diantisipasi, pasca Pilkada kita akan panen kasus," katanya.
Berkaca dari beberapa waktu lalu, Netty melihat rangkaian tahapan Pilkada tidak berjalan dengan tertib dan sesuai dengan prokes.
Para pendukung paslon banyak yang berkerumun dan tidak menggunakan masker.
"Kita harus memastikan hal ini tidak terjadi lagi dan pemerintah harus bertindak tegas jika ada aktivitas yang berisiko untuk menularkan Covid-19," kata Netty.
Baca juga: Jokowi, Iriana dan Kahiyang Ayu Tak Bisa Nyoblos di Pilkada Solo 2020, Apa Alasannya?
"Buat skema sanksi di mana para paslon dan pendukungnya takut untuk melanggarnya. Kita tak boleh meremehkan dan membiarkan terjadinya pelanggaran demi pelanggaran begitu saja," imbuhnya.
Netty juga menyoroti soal pemberian hak memilih bagi pasien Covid-19 yang sedang menjalani perawatan.
Menurut Netty, setiap warga yang memenuhi persyaratan undang-undang memang memiliki hak pilih, namun keselamatan warga yang lain juga perlu dipikirkan.
"Pemenuhan hak ini harus dijalankan dengan benar agar jangan justru jadi bencana. Lakukan edukasi kepada petugas KPPS supaya tidak tertular saat mengambil suara dari pasien Covid-19. Dampingi mereka dengan tenaga kesehatan. KPU juga harus membuat skema teknis baku yang taat prokes untuk para petugas yang mengambil suara dari pasien Covid-19," ucap Netty.
Netty menyarankan agar sebaiknya pengambilan suara pasien Covid-19 bersifat ambil bola.
"Jika ada permohonan dari pasien, baru petugas mendatangi yang bersangkutan. Jika tidak, dianggap absen atau blanko. Anggap saja sama dengan yang sehat, jika tidak mau mendatangi TPS, maka suaranya hilang," ujarnya.
Lebih lanjut, Netty meminta agar pemerintah meningkatkan jumlah testing di daerah-daerah.
"Terutama di daerah yang menyelenggarakan Pilkada, testing harus ditingkatkan agar masyarakat yang berkumpul relatif lebih aman. Berharap hanya kepada penerapan prokes tidak menjamin tidak adanya penularan Covid-19," kata Netty.
"Selain itu, sarana dan prasarana untuk menerapkan prokes harus tersedia lengkap. Di tempat pencoblosan harus ada fasilitas mencuci tangan dan untuk penerapan 3M lainnya. Pemerintah harus mengaturnya secara serius agar Pilkada tidak menjadi bencana," pungkasnya.
Sebagai informasi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 di 270 kabupaten atau kota.