KPU Soal Status Tersangka Cawabup OKU: Kalau Menang Tetap Ditetapkan Sebagai Calon Terpilih
Di tahun 2013, Johan Anuar mengusulkan anggaran TPU dalam APBD Kabupaten OKU tahun anggaran 2013 yang memang tidak
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hendra Gunawan
Dimana sebelumnya pada 24 Juli 2020, perkara Johan telah diambil alih penanganannya oleh KPK.
Sebelumnya, Johan Anuar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Selatan dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasana Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam kasusnya, Johan Anuar yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten OKU Sumatera Selatan diduga sejak 2012 telah menyiapkan lahan yang akan ditawarkan ke Pemkab OKU untuk kebutuhan TPU dengan menugaskan Nazirman dan Hidirman untuk membeli lahan dari berbagai pemilik tanah dan nantinya tanah-tanah tersebut diatasnamakan Hidirman.
Johan Anuar juga diduga telah mentransfer uang sebesar Rp1 miliar kepada Nazirman sebagai cicilan transaksi jual beli tanah untuk merekayasa peralihan hak atas tanah tersebut. Sehingga nantinya, harga NJOP-nya yang digunakan adalah harga tertinggi.
Untuk memperlancar proses tersebut, Johan Anuar menugaskan Wibisono selaku Kadinsosnakertrans Kabupaten OKU menandatangani proposal kebutuhan tanah TPU untuk diusulkan ke APBD tahun anggaran 2013.
Di tahun 2013, Johan Anuar mengusulkan anggaran TPU dalam APBD Kabupaten OKU tahun anggaran 2013 yang memang tidak dianggarkan sebelumnya.
Selain itu, Johan Anuar diduga aktif melakukan survei langsung ke lokasi TPU dan menyiapkan semua keperluan pembelian dan pembebasan lahan dengan perantaraan Hidirman selaku orang kepercayaan Johan.
Dalam proses pembayarannya, tanah TPU tersebut senilai Rp5,7 miliar menggunakan rekening bank atasnama Hidirman yang adalah atas perintah Johan Anuar.
Proses pengadaan tanah TPU tersebut sejak perencanaan sampai penyerahan hasil pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga berdasarkan audit yang dilakukan oleh BPK RI, diduga telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp5,7 miliar.