IPW Desak Polri Tegas Tangani Kisruh Gerakan Ganti Presiden
Polri harus hadir secara maksimal dalam menjaga keamanan dan jangan membiarkan potensi konflik, karena dapat menjadi kekacauan sosial.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, meminta aparat kepolisian bersikap profesional dan tegas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta tidak mentoleransi potensi ancaman keamanan yang memicu konflik horizontal.
Dia menilai gesekan massa pendukung ganti presiden dan massa pendukung Presiden Jokowi di Pekanbaru dan Surabaya tidak boleh dibiarkan dan harus disikapi Polri secara profesional dan tegas.
Menurut dia, Polri harus hadir secara maksimal dalam menjaga keamanan dan jangan membiarkan potensi konflik, karena dapat menjadi kekacauan sosial.
"Polri jangan ragu bersikap tegas. IPW mendukung sikap tegas aparatur kepolisian. IPW menilai, apa yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya sudah sangat mengganggu ketertiban masyarakat dan membuat keresahan sosial," dalam keterangannya, Selasa (28/8/2018).
Baca: KPU: Tagar Ganti Presiden Bagian dari Kebebasan Berpendapat
Dia menjelaskan, eskalasi konflik antara massa ganti presiden dan massa pendukung Presiden Jokowi semakin tinggi, Polri perlu melakukan dialog dengan tokoh-tokoh kedua kelompok.
Apabila kondisi semakin panas dan
menimbulkan kerawanan sosial, kata dia, Polri jangan segan-segan melarang kedua belah pihak berkegiatan. Masyarakat yang tidak ikut- ikutan aksi kedua kelompok menjadi sangat khawatir ancaman keamanan di wilayahnya.
Selain itu, dia meminta, massa pendukung ganti presiden maupun massa pendukung Presiden Jokowi bisa menahan diri agar konflik horizontal tidak terjadi menjelang Pemilu 2019. Massa hendaknya menyadari pentingnya ketertiban umum dan ketenteraman publik.
Meskipun tidak ada undang-undang yang melarang aktivitas kedua kelompok, namun karena aktivitas berpotensi menimbulkan kekacauan sosial, Polri bisa bertindak tegas untuk menghentikan semua kegiatan kedua kelompok.
Dia berharap KPU menyikapi situasi ini, untuk melarang kegiatan kedua kelompok hingga masa kampanye tiba. KPU dapat mengacu ke Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Sebab, dari kegiatan kedua kelompok terlihat ada yang menjelekkan-jelekkan capres tertentu dan ada yang menyanjung-nyanjung capres tertentu.
Aroma mencuri start kampanye sangat tajam dari kedua kelompok, yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan benturan sosial," tambahnya.