Gerakan Ganti Presiden 2019 Dinilai Bukan Bagian dari Makar
Banyak kalangan yang pertanyakan gerakan tersebut apakah merupakan aktivitas kampanye atau bukan. Pasalnya, hastag itu muncul jauh sebelum Pilpres.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media sosial diramaikan dengan maraknya hastag 2019 Ganti Presiden.
Banyak kalangan yang pertanyakan gerakan tersebut apakah merupakan aktivitas kampanye atau bukan. Pasalnya, hastag itu muncul jauh sebelum Pilpres 2019 dimulai.
Ketua Umum DPP Garda NKRI, Haris Pertama mengatakan, fenomena Gerakan Masyarakat 2019 Ganti Presiden bukan sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan makar.
Hastag gerakan 2019 ganti presiden ini harus dilihat sebagai keinginan dan ide demokrasi yang tumbuh dimasyarakat.
“Tidak elok kemudian gerakan berserikat dan berkumpul yang dijamin dalam undang-undang itu di larang-larang apa lagi sampai terjadi persekusi, Hastag 2019 ganti Presiden bukanlah gerakan Makar, tak ada upaya bersenjata dan penggalangan massa untuk menyerang dan menguasai jantung kekuasaan pemerintah yang sah,” ujar Haris, Senin (3/9/2018).
Haris yang juga pengurus DPP KNPI melihat gerakan ini sama saja dengan ide dan slogan perubahan pada rezim orba dulu, seperti slogan turunkan Soeharto, turunkan Gusdur atau Gerakan Cabut Mandat di Era SBY.
“Substansinya sama saja, bahkan saya melihat gerakan ini malah memilih menggunakan momentum 2019 saat pemilu pemilihan Presiden sebagai mekanisme yang sah dan konstitusional tuk mengeksekusi harapan mereka itu, jadi itu adalah ide dan gerakan yang tidak mesti dihalang-halangi dengan cara-cara kampungan,” bebernya.
Menurutnya, yang terpenting adalah kelompok Pro Jokowi mesti melahirkan cara cerdas dan santun untuk mengambil atensi publik, salah satunya dengan data dan fakta sejumlah prestasi baik dan monumental yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK.
“Sebagai generasi yang lahir dari rahim reformasi, saya merasakan demokrasi Ini penting dan harus dijaga, ide dan public sphare tidak boleh dibegal karena keinginan berkuasa dengan cara-cara lama seperti menggunakan tangan aparat/ state aparatus atau bahkan sengaja membenturkan kelompok masyarakat bahkan main hakim sendiri, justru cara oknum pemerintah merespon gerakan 2019 ganti presiden itu menjadi kampanye negatif bagi pemerintahan Jokowi yang selama ini kita kenal sebagai pribadi yang demokratis, santun dan beradab,” bebernya.
Di sisi lain, dia menyesalkan dan kecewa dengan ormas-ormas pendukung Jokowi yang juga ikut membully dan terkesan melakukan pembelaan pada tindakan buruk oknum aparat dan sejumlah oknum ormas yang tampil sok heroik dan melakukan pembubaran itu.
“Demokrasi ini mahal perjuangannya, susah payah senior-senior kita berjuang, karena itu kepada semua elemen bangsa, khususnya kepada elit-elit politik saya meminta untuk menikmati proses dinamika dan dialektika yang berkembang dimasyarakat, yang terpenting semua dialektika tersebut bukan merupakan upaya untuk merusak tatanan berbangsa dan bernegara, karena itu jauhi agenda politik dan dinamika sosial kemasyarakatan yang didasari pada sentimen suku agama dan ras, keberagaman ini harus kita jaga dalam persatuan Indonesia,” pungkas Haris yang juga Ketua Presidium Komite Aksi Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) tersebut.