Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Begini Pidato Ma'ruf Amin via Rekaman Suara di Megawati Institute

Ma'ruf mengajak untuk bersyukur lantaran para pemimpin bangsa telah berhasil meletakkan dasar kenegaraan Indonesia.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Begini Pidato Ma'ruf Amin via Rekaman Suara di Megawati Institute
Vincentius Jyestha/Tribunnews.com
Megawati Institute 

"Yang mereka kenal adalah islam kaffah, padahal kita di Indonesia adalah islam kaffa ma'al mitsah. Islam yang itu tapi ada mitsah. Tentu berbeda dengan Saudi tidak ada mitsah, karena mereka tidak majemuk. Kita di sini sudah ada kesepakatan dan itu mengikat," kata dia.

Ma'ruf pun menyampaikan penghargaan pada pemimpin masa yang lalu. Karena, kata dia, bisa menyelesaikan konflik keislaman dan kebangsaan yang di beberapa negara islam dan kebangsaan masih diperhadapkan.

"Tapi para ulama kita di Indonesia sudah dapat menyelesaikan, mengkompromikan antara Islam dan kebangsaan. Sehingga Islam dan kebangsaan tidak ada lagi pertentangan, tidak ada lagi konfrontatif," jelas Ma'ruf.

Baca: Tolak Hak Interpelasi, Tiga Mantan Anggota DPRD Sumut Terima Suap Rp 15-50 Juta dari Gatot

Bila masih ada orang yang mempersoalkan masalah itu, Ma'ruf menilai masih ada mispersepsi terhadapnya.

"Bisa mispersepsi keislamannya sehingga tidak bisa memahami kebangsaan. Atau mispersepsi tentang kebanggasanya, sehingga tidak bisa memahami tentang hubungan keduanya," pungkasnya.

Jangan Jungkirbalikkan Tradisi

Di era milenial 4.0, Ma'ruf melihat ada pandangan yang harus dihadapi, dimana ada perubahan yang cirinya justru berusaha menjungkir balikkan yang lama.

Berita Rekomendasi

Ia berpandangan seharusnya perubahan ini harus dimanfaatkan dan pergunakan sebaik-baiknya untuk membangun kehidupan bangsa yang sejahtera.

"Tetapi jangan menjungkirbalikkan landasan tradisi sikap bahkan apalagi menyangkut landasan negara yang sudah ditetapkan oleh para pendiri bangsa. Oleh karena itu bagaimana memanfaatkan teknologi yang maju, dan bagaimana menjaga yang lama, yang baik ini, yang harus kita siapkan," kata dia.

Di kalangan NU, kata dia, sudah memiliki paradigma itu. Dimana menjaga sesuatu hal lama yang baik atau tradisi, dan juga mengambil sesuatu yang baik dari hal baik untuk melakukan transformasi.

Namun, ia masih menilai diperlukannya paradigma terkait perbaikan ke arah yang lebih baik.

"Menjaga yang lama yang baik, mengambil yang baru yang baik, mentransformasi, melakukan sendiri ke arah yang lebih baik tidak hanya menggunakan produk orang lain, tetapi juga kita memproduk sendiri, yaitu membuat inovasi-inovasi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas