Menteri Kominfo Rudiantara Dilaporkan ke Bawaslu atas Tuduhan Merugikan Peserta Pemilu
Menkominfo Rudiantara dilaporkan ke Bawaslu atas tuduhan melakukan tindakan yang mengutungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu.
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas tuduhan melakukan tindakan yang mengutungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu.
Pelapor adalah Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Mereka menuding Rudiantara menguntungkan pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf dan merugikan Prabowo-Sandiaga, lantaran menggiring opini publik untuk tidak memilih paslon nomor urut 02.
Baca: Viral Ucapan Menkominfo Rudiantara YangGajiKamuSiapa, Kronologi hingga Video yang Dipotong
Kejadian ini bermula saat Rudiantara meminta para pegawainya memilih desain stiker sosialisasi pemilu 2019 di sebuah acara Kominfo di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Terdapat dua desain stiker, yang satu dominan warna merah dan diberi tanda nomor satu. Satu desain lainnya berwarna dasar putih dan ditandai nomor 2.
Rudiantara meminta salah seorang yang memilih nomor 2 maju ke panggung. Ia menanyakan alasan pegawai tersebut memilih nomor 2.
Pegawai yang dipanggil Rudiantara mengungkap alasannya memilih nomor 2.
Ia mengatakan, "Bismillahhirrahmanirrahim, mungkin terkait keyakinan saja Pak. Keyakinan atas visi misi yang disampaikan nomor dua, yakin saja".
Rudiantara lantas menyahut, pertanyaannya menyangkut desain stiker dan bukan pilpres 2019.
Di akhir dialog mereka, Rudiantara sempat berucap, "Bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?". Ia lalu menimpali, "Bukan yang keyakinan Ibu?".
Menurut pelapor, ucapan Rudiantara itu menguntungkan paslon nomor urut 01.
"Di situ tindakannya menggiring, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan bagi salah satu paslon," kata anggota ACTA Nurhayati di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (1/2/2019).
Menurut pelapor, meskipun Rudiantara tak menyebut nama pasangan calon maupun nomor urut 01 dan 02, upaya penggiringan opini tetap ada.
Seolah-olah, audiens dalam acara tersebut seluruhnya harus memilih paslon nomor urut 01.