Mengapa yang Menebarkan Hoaks Kebanyakan Kaum Ibu-ibu?
Ratusan hoaks politik menyebar melalui media sosial hingga grup-grup komunikasi whatsapp. Imbasnya, banyak orang mulai termakan oleh kabar bohong ini.
Editor: Hasanudin Aco
Pelaksana Tugas Kepala Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, memperkirakan April 2019 ini peredaran hoaks akan meningkat.
"Berharap sih tidak, tapi inilah fakta yang tidak bisa kita pungkiri," katanya.
Menurut Ferdinandus berdasarkan pengamatan Kominfo melalui mesin AIS (mesin pengais konten negatif), kebanyakan yang dilaporkan menebar hoaks adalah ibu-ibu melalui layanan pesan Whatsapp.
"Tantangan bagi kami, bagi negara, bagi Kominfo, adalah orang-orang tua, ibu-ibu, ketika mendapat informasi dari seseorang, kemudian mereka ikut menyebarkan. Mereka pikir apa yang diterima itu benar.
"Ini tantangan besar kami, terutama di grup-grup Whats App karena grup Whatts App sebenarnya kanal pribadi, kanal privat, private conversation, di mana kami baru terlibat aktif men-take down sebuah nomor Whats App setelah mendapat aduan dari masyarakat, melalui aduan konten baik melalui email atau Twitter," papar Ferdinandus.
Studi khusus yang telah dilakukan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), kata Ferdinandus, menyebut hasil senada dengan mesin AIS Kominfo.
"Kaum ibu-ibu yang mendapatkan laporan masyarakat yang paling banyak, melalui aduan konten, bahwa merekalah yang paling banyak menyebarkan hoax melalui WhatsApp."
Untuk motivasi penyebaran hoaks politik, kata Ferdinandus, terkait pilihan politik.
"Walaupun dia kadang-kadang tahu itu hoaks, itu dia tetap sebarkan karena menguntungkan jagoan-jagoan dalam konstestasi pemilu. Ini temuan kita hasil dari mesin kita."
Kominfo menurutnya berupaya menangkal hoaks dengan tiga cara.
"Selain pemblokiran, melalui mesin AIS yang bekerja 24 jam, tujuh hari seminggu, didukung seratusan verifikator, lalu penegakan hukum kerja sama dengan Mabes Polri.
"Yang lebih penting dari itu adalah literasi digital, Kementerian Kominfo telah menginisiasi gerakan nasional yang namanya siber kreasi," papar Ferdinandus.
Siber Kreasi katanya melibatkan 96 lembaga baik lembaga pemerintah, BUMN, maupun swasta untuk mendatangi sekolah, kampus, pesantren, komunitas, dan masyarakat umum lainnya untuk memberi pelatihan literasi digital.