Jika Kasus Surat Suara Tercoblos di Malaysia Tidak Selesai, BPN: Konsekuensinya 'People Power'
kasus tercoblosnya surat suara ini diduga sudah terjadi sejak 2014. Tapi bedanya, saat itu tidak ada pihak yang bisa membongkar
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jurkamnas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana menyebut bila kasus surat suara tercoblos di Malaysia tak kunjung diungkap ke publik, maka konsekuensi yang bisa terjadi adalah terjadinya people power.
"Peristiwa ini satu bukti nyata, dugaan pak Amien Rais, dugaan kita, Prabowo adanya kecurangan-kecurangan tuh bukan ilusi. Maka konsekuensi people power bisa terjadi jika tidak diurus sebaik-baiknya," ungkap Eggi di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (12/4/2019).
Ia mengatakan kasus tercoblosnya surat suara ini diduga sudah terjadi sejak 2014. Tapi bedanya, saat itu tidak ada pihak yang bisa membongkar kecurangan tersebut.
"Patut diduga dengan demikian 2014 curang kaya begini cuma nggak kebongkar dulu," katanya.
Maraknya kecurangan di era pemerintahan presiden Jokowi, Eggi meminta Bawaslu RI tegas memutuskan perkara ini.
Baca: Rekap Piala Presiden 2019, Ini Daftar Penghargaan Top Scorer dan Pemain Terbaik
Bila ke depan peristiwa yang membuat gempar publik ini tidak juga disikapi dengan tegas oleh Bawaslu, maka wajar saja jika kelompok massa yang tidak puas, bergerak mengutarakan aspirasi mereka di jalan-jalan protokol secara massive.
"Bawaslu harus tegas. (Jika tidak) Maka itu wajar kalau terjadi nanti suatu saat people power," pungkasnya.
Sebelumnya, Eggi yang mendampingi pelapor Aris Munandar sambangi Bawaslu RI untuk membuat laporan pengusutan surat suara tercoblos dengan terlapor berjumlah tujuh orang.
Mereka yang dilaporkan ialah Dubes RI Indonesia di Malaysia, Panitia Pemilihan Luar Negeri di Malaysia, KPPS di Malaysia, Panwaslu luar negeri di Malaysia, pihak KPU, calon presiden nomor 01 Joko Widodo, dan Caleg Partai Nasdem.
Dalam laporannya, Eggi yang bertindak sebagai kuasa hukim menitikberatkan poin pertanggung jawaban dari pelaku.
Ia menduga terlapor melanggar pasal 532 KUHP, 537 KUHP, 544 KUHP, 550 KUHP, Pasal 553 UU No 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat dan pasal 1365 dan 1366 KUHP Perdata, dengan ancaman hukuman secara total, di atas 10 tahun penjara.
Dirinya juga menduga ada kelalaian dari penyelenggara pelaksana Pemilu, dan ada jual beli suara dengan cara Terstruktur, Sistematis dan Massive (TSM).