Imparsial: Aksi 22 Mei Suatu Upaya yang Gagal Karena Membaca Kondisi Objektif Tidak Utuh
Direktur The Indonesian Human Right Monitor (Imparsial) Al Araf menilai gerakan massa pada 22 Mei merupakan gerakan makar yang gagal.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Araf mengatakan ada sejumlah kelompok yang ingin menunggangi momentum pengumuman Pemilu yang lalu.
Salah satunya, kelompok teroris.
Ini bisa dibaca dari penangkan sejumlah terduga teroris sebelum aksi 22 Mei.
Baca: Fadli Zon Heran Manifest Penerbangan Prabowo Subianto ke Dubai Bocor
"Itu menunjukkan kelompok penunggang gelap pertama yang berafiliasi dan menggunakan cara terorisme untuk memperkeruh situasi," ujarnya.
Araf mengatakan tujuan politik kelompok penunggang gelap itu diyakini lbukan hanya soal sengketa pemilu, tapi membuat kerusuhan di seluruh pelosok Tanah Air.
"Mungkin berharap indonesia dalam konteks Suriah. Makanya penangkapan masif dilakukan di beberapa tempat," ungkapnya.
Polri buru aktor intelektual
Mabes Polri masih terus berupaya mengumpulkan dan melakukan pendalaman alat bukti untuk menangkap aktor intelektual dalam aksi kerusuhan 22 Mei 2019 lalu.
"Nanti kalau misalnya alat bukti yang dimiliki sudah cukup dari hasil analisa gelar perkara, pasti nanti akan ditetapkan sebagai tersangka dan akan kita sampaikan," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Baca: Tetangga Sebut AZ, Calon Eksekutor Rusuh 22 Mei Kerap Sebarkan Informasi Sudutkan Jokowi-Maruf
Ia menyebut jajarannya juga masih mendalami keterangan dari enam tersangka yang telah diamankan.
Nantinya bila aktor intelektual telah berhasil diamankan dan diperiksa, Polri juga dapat mengetahui motif atau alasan dibalik 4 tokoh nasional dijadikan target operasi pembunuhan.
"Nanti aktor intelektual diperiksa baru ketahuan siapa saja dan apa dasarnya aktor intelektual memilih beberapa tokoh yang akan dieksekusi," kata dia.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu juga membantah adanya tekanan dari pihak luar karena belum mengungkap aktor intelektual tersebut.
Menurutnya, Polri bekerja berdasarkan fakta hukum dan selalu mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sehingga, kata dia, proses pembuktian yang dilakukan oleh Polri adalah proses pembuktian secara ilmiah.