Sidang Sengketa Pilpres 2019 Digelar Hari Ini, Berikut Lima Pelanggaran yang Disebut BPN sebagai TSM
Sidang perdana sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 digelar hari ini, Jumat (14/6/2019).
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Sidang perdana sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 digelar hari ini, Jumat (14/6/2019).
Sidang sengketa Pilpres 2019 ini direncanakan dimulai pukul 09.00 WIB.
Dalam sidang ini, pemohon adalah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Adapun Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) - Maruf Amin menjadi pihak terkait.
Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada pemohon terkait gugatan yang diajukan.
Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim yang terdiri dari paling sedikit tiga orang Hakim.
Baca: Mengenal 9 Hakim MK Yang Akan Sidangkan Sengketa Pilpres 2019
Pasca sidang pemeriksaan pendahuluan, pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, sidang pemeriksaan perkara akan dilakukan pada 17-21 Juni 2019.
Sidang tersebut dengan agenda pemeriksaan saksi dan alat bukti.
Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sudah mengajukan permohonan gugatan pada 24 Mei lalu dan kemudian diperbaiki pada 10 Juni 2019.
Dalam permohonan gugatannya, kuasa hukum Prabowo-Sandi menyebut telah terjadi lima kecurangan yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan yang masif.
Menurut BPN, hal itu mereka anggap sebagai bentuk kecurangan yang terstruktur, sistematik dan masif (TSM).
Karena adanya kecurangan yang dianggap terstruktur, sistematik dan masif kuasa hukum BPN meminta agar MK mendiskualifikasi Jokowi-Maruf atau setidaknya dilakukan Pemilu ulang.
Baca: Jelang Sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat Akan Ditutup
Apa saja lima bentuk pelanggaran dan kecurangan masif yang dipaparkan BPN?
Berikut rinciannya seperti dikutip Tribunnews.com dari dokumen permohonoan gugatan tim hukum BPN ke MK:
1. Ketidaknetralan Aparatur Negara yakni Polisi dan Intelijen
Tim Kuasa hukum BPN menyebut aparatur negara tak netral dalam pemilu 2019 dan condong ke pasangan 01.
BPN mengaku memiliki alat bukti untuk membuktikan ketidaknetralan aparatur negara.
Alat bukti ini akan dibawa saat persidangan MK nanti.
Namun, dipaparkan sejumlah alat bukti yang sudah diketahui publik dari pemberitaan seperti pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat AKP Sulman Azis yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan kepada paslon 01.
Sedangkan untuk ketidaknetralan aparat Intelijen, kuasa hukum BPN menjadikan pernyataan SBY sebagai bukti permulaan.
Pernyataan SBY itu dilakukan saat jumpa pers di Bogor pada Sabtu 23 Juni 2018.
2. Diskriminasi Perlakukan dan Penyalahgunaan Penegakkan Hukum
BPN juga menyebut terjadi indikasi kuat pelanggaran dan kecurangan dalam Pilpres 2019 yakni adanya diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum yang sifatnya tebang pilih ke paslon 02 dan tumpul ke paslon 01.
Bukti-bukti yang disampaikan untuk mendukung argumen ini yakni sejumlah peristiwa seperti pose dua jari Gubernur DKI Jakarta Anies Bawedan, pose jari Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta sejumlah kasus kepala desa dan kepala daerah lainnya.
3. Penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN
BPN menyebut telah terjadi penyalahgunaan wewenang dengan menggerakkan birokrasi dan sumberdaya BUMN untuk mendukung pemenangan paslon 01.
Dalam kasus ini, BPN melampirkan sejumlah bukti antaralain pernyataan Jokowi dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.
Di antaranya pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta Satpol PP untuk mengkampanyekan Jokowi dalam Rakornas Satpol PP dan Satlinmas di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara.
BPN juga menuding BUMN dimanfaatkan pendanaanya untuk mendukung kampanye dan pemenangan palson 01 melalui program yang terkesan CSR tetapi sebenarnya mengarahkan pemilih mencoblos Paslon 01.
Sejumlah kasus yang dicontohkan antaralain pemberlakukan gratis naik Trans Jakarta setiap hari Senin sejak Maret-April 2019 jurusan Sumarecon Bekasi-Tj Priok Jakarta dan diperluas dengan KRL gratis PP Bekasi-jakarta.
Ada juga penjualan 1 juta paket sembako murah 1-13 April 2019 di berbagai daerah Indonesia serta sejumlah program lainnya.
4. Penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan/program Pemerintah
BPN menyebut paslon 01 menyalahgunakan APBN dan program pemerintah yang sifatnya material untuk meningkatkan elektabilitas paslon 01 di Pilpres.
BPN menyatakan tindakan itu sebagai bentuk vote buying dengan menggunakan anggaran negara.
Baca: BPN Berharap Sidang Sengketa Pilpres 2019 Berlangsung Dengan Kelas Negarawan
Sejumlah contoh yang ditampilkan di antaranya kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bansos dan percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH).
5. Pembatasan Kebebasan Media dan Pers
BPN juga menuding dalam Pilpres 2019 pemilik media coba diarahkan untuk memperkuat pasangan Jokowi-Maruf Amin.
Kasus yang dicontohkan antaralain tidak diliputnya reuni 212, pembatasan tayangan TV One dan pemblokiran situs jurdil.
Bukti-bukti kasus itu juga diambil dari pemberitaan media.
(Tribunnews.com/Daryono)