Fakta-fakta Seputar Jadwal Sidang Lanjutkan Sengketa Pilpres yang Diundur
Jadwal sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 diundur, dikhawatirkan rugikan banyak pihak hingga ada data baru dari BPN.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Malvyandie Haryadi
Jadwal sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 diundur, dikhawatirkan rugikan banyak pihak hingga ada data baru dari BPN.
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan jadwal sidang lanjutan Pilpres 2019 diundur.
Awalnya, sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar pada Senin (17/6/2019), namun MK mengundurnya menjadi Selasa (18/6/2019).
Akibatnya, jadwal sidang berikutnya juga akan mengalami perubahan.
"Dengan adanya pengunduran persidangan hari Senin itu jadi hari Selasa sehingga jadwal bergeser semua dan nanti oleh kepaniteraan akan diserahkan kepada para pihak perubahan jadwal keseluruhannya, pembuktian dan lain-lain," jelas Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019), seperti dilansir Kompas.com.
Baca: BPN Prabowo-Sandi Yakin Akan Ada Efek Wow di Sidang MK
Alasannya adalah karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) keberatan karena waktu untuk menyiapkan jawaban gugatan yang dibacakan tim hukum BPN mepet.
Pasalnya, BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggunakan gugatan versi perbaikan setelah mengajukan perbaikan permohonan pada Senin (10/6/2019) lalu.
Dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber, berikut ini fakta-fakta soal jadwal sidang lanjutan diundur :
1. Dikhawatirkan merugikan banyak pihak
Mundurnya jadwal sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 dikhawatirkan akan merugikan banyak pihak.
Hal tersebut diungkapkan pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.
Tak hanya dikhawatirkan merugikan banyak pihak, Bivitri menyebutkan kualitas hasil sengketa juga akan terpengaruh dengan mundurnya jadwal sidang lanjutan.
"Yang agak berbeda atau di luar ekspetasi adalah keputusan hakim untuk menunda sedikit sidang minggu depan."
"Artinya, sidang pembuktian atau masa rapat para hakim MK akan berkurang, hal itu tentu akan merugikan semua pihak," ungkap Bivitri kepada Kompas.com, Jumat (14/6/2019).