MK Abaikan Kesaksian Keponakan Mahfud MD Soal 'Kecurangan Bagian dari Demokrasi'
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai tidak ada relevansinya keterangan saksi fakta dari pemohon, Hairul Anas Suaidi, soal acara training of trainer (ToT)
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Karena ketiadaan keterangan yang jelas dan tidak mampu mengaitkan dalil dengan perolehan suara, mahkamah tidak bisa meyakini kebenaran dalil pemohon.
"Bawaslu sama sekali tidak memberikan keterangan hal ini sama sekali selama persidangan. Sehingga dalil pemohon a qua harus dikesampingkan," kata majelis hakim.
MK tidak yakin bukti video surat suara tercoblos
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak dalil Prabowo-Sandiaga yang mempermasalahkan surat suara tercoblos sebelum pemungutan suara 17 April 2019 lalu.
Dalam putusan, Mahkamah tidak mendapat keyakinan atas seluruh bukti yang diajukan tim Prabowo-Sandiaga mengenai surat suara tercoblos.
Ada tiga bukti yang diajukan tim 02 dalam bentuk video.
Hakim Enny Nurbaningsih menjelaskan, salah satu video menunjukan satu surat suara di TPS 65, Kelurahan Cipondoh Makmur, sudah tercoblos untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Baca: PT Sindeli Propertindo Abadi Mulai Pembangunan Superblok JKT Living Star
Baca: Viral Kabar Perceraian Song Joong Ki dan Song Hye Kyo, Park Bo Gum Ikut Terserat, Ada Apa?
Namun, setelah mencermati video, hakim MK tidak menemukan fakta lanjutan, apakah surat suara tersebut dihitung atau dinyatakan rusak ketika penghitungan suara di TPS.
Video lain, menurut Mahkamah, tidak jelas di mana lokasi kejadian hingga berapa jumlah surat suara yang tercoblos.
Dalam video hanya ada suara seseorang yang mengatakan ada surat suara tercoblos untuk 01.
Bukti lain, ada seseorang yang menunjukan empat surat suara tercoblos untuk 01.
Namun, menurut MK, tidak jelas tempat kejadian dan apakah surat suara tercoblos itu dihitung atau tidak oleh petugas KPPS.
Berdasarkan fakta tersebut, Mahkamah tidak memiliki keyakinan bahwa surat suara tercoblos dalam bukti tersebut memiliki korelasi dengan dalil pemohon.
Tidak ada fakta hukum yang meyakinkan apakah surat suara tercoblos itu turut diakumulasikan dalam penghitungan suara di masing-masing TPS.
"Dengan demikian, dalil pemohon tidak beralasan hukum," ucap Hakim Enny Nurbaningsih.
Pelanggaran administrasi TSM kewenangan Bawaslu
Hakim konstitusi, Manahan MP Sitompul menilai pelanggaran administrasi bersifat TSM itu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
Menurut dia, MK hanya dapat mengadili sengketa PHPU.
Kewenangan Bawaslu RI menangani pelanggaran administrasi bersifat TSM itu diatur di Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum.
"Telah terang pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu. Dalam konteks sengketa Pemilu, MK hanya dapat mengadili PHPU," kata Manahan, saat membacakan putusan PHPU Presiden-Wakil Presiden 2019 di ruang sidang lantai 2 gedung MK, Kamis (27/6/2019).
Baca: Sambil Nangis, Fairuz A Rafiq Ngaku Tertekan dengan Ucapan Galih Ginanjar
Dia menilai, pemohon sudah keliru memandang MK hanya menyelesaikan pekerjaan teknis karena kewenangan terbatas menangani perkara PHPU.
"Terhadap hal ini, jika bertolak dari konstruksi argumentasi bahwa pelanggaran atas azas jujur dan adil, tidak terselesaikan pelanggaran TSM karena mahkamah hanya menyelesaikan pekerjaan teknis, menurut mahkamah mengandung kekeliruan pada proposisi argumentasi," ungkapnya.
Dia menjelaskan, mahkamah harus memutus norma konstitusionalitas undang-undang.
Apabila lembaga yang mempunyai kewenangan menyelesaikan pelanggaran administratif tidak melaksanakan kewenangan, kata dia, mahkamah hanya menyelesaikan jika lembaga tidak melaksanakan kewenangannya.
"Mahkamah tidak melampaui kewenangannya dan mahkamah tidak melanggar hukum acara. Sebab, yang menjadi titik tolak agar mahkamah tidak terhalangi kewenangan konstitusionalnya," tambahnya. (tribunnews.com/ kompas.com)