Anggota Komisi III Mau Bawa Meikarta ke DPR, Minta Kejelasan Soal Unit yang Tak Kunjung Diberikan
Pasalnya, konsumen dijanjikan menerima unit pada 2018. Namun, sampai sekarang mereka belum juga mendapat kejelasan soal tersebut.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Supriansa mengatakan pihak Meikarta harus diundang ke DPR guna menjelaskan soal unit tempat tinggal yang tak kunjung diberikan kepada para pembeli.
Pasalnya, konsumen dijanjikan menerima unit pada 2018. Namun, sampai sekarang mereka belum juga mendapat kejelasan soal tersebut.
Bahkan, para konsumen mengaku unit yang mereka beli masih berupa tanah kosong atau bangunan yang belum selesai.
Baca juga: Bank Nobu Segera Koordinasi Bersama Pengembang Meikarta, Pembeli: Kita Tetap Lakukan Langkah Lain
Supriansa kemudian menyebut pihak Meikarta memiliki indikasi akan lari dari kewajiban mereka memberi unit apartemen ke konsumennya.
Anggota dari Fraksi Golkar tersebut mengatakan kasus ini tidak semata-mata bisa disebut sebagai kasus perdata karena pihak Meikarta wanprestasi (keadaan salah satu pihak berprestasi buruk karena kelalaian dalam sebuah perjanjian).
"Ini kan jadi bukan semata-mata dalam perjanjian yang tidak selesai ini, lalu muncul wanprestasi. Kita berpikir ini perdata. Tapi, kita melihat ada niat untuk lari dari kewajiban," katanya dalam RDPU Komisi III DPR RI, Selasa (17/1/2023).
Maka dari itu, ia mengatakan hal tersebut bisa dikategorikan menjadi sebuah praktek dan bisa dikenakan pidana.
Apabila memang ada unsur pidana, Supriansa meminta agar Mabes Polri bisa turut hadir dalam agenda berikutnya yang menghadirkan pihak Meikarta.
"Kalau itu ada [unsur pidana], saya minta dari Mabes Polri juga harus dihadirkan ya untuk menangkap para pelaku yang mencoba menipu rakyat Indonesia. Ini harus diproses kalau kalau memang itu ada unsur pidana," ujarnya.
Baca juga: Sempat Alot, Pembeli Unit Apartemen Meikarta Akhirnya Diizinkan Masuk Temui Bank Nobu
Perhatian yang tak luput dari Supriansa mengenai kasus ini adalah bagaimana Meikarta melakukan perubahan desain yang dilakukan secara sepihak.
Ketua Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) Aep Mulyana mengatakan pada awalnya memang diberikan sebuah desain.
Tapi, seiring berjalannya waktu, desain tersebut diubah oleh Meikarta tanpa sepengatahuan para konsumen.
Baca juga: Saat Konsumen Meikarta Resah, Gagal Serah Terima, Uang Cicilan Tak Bisa Serta Merta Dikembalikan
"Itu yang saya maksudkan ini juga perlu ditelusuri. Kenapa? Karena orang membeli pada saat itu ada namanya model dan luas. Mengubah luas berarti mengubah harga kan," kata Supriansa.
"Kalau desain tok diubah saya kira itu bisa dibicarakan. Tetapi, kalau luasannya menjadi bagian dari perubahan, itu perlu dibicarakan oleh user," ujarnya melanjutkan.
Hal lain yang menjadi perhatian Supriansa adalah Meikarta yang disebut memiliki konsensi sebesar 500 hektar, namun baru 84 hektar yang diberi izin.
"Itu juga perlu kita diselidiki. Supaya kita bisa lihat berapa banyak orang yang menyetorkan uangnya di sini dan berapa wilayah lahan yang kapasitas itu yang siap bangun," katanya.