Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Rindukan Pempek di Negeri Kincir Angin

MEMASUKI hari ke 20 bulan Ramadan di Netherland (Belanda), semuanya tampak biasa saja.

Editor: Iswidodo
zoom-in Rindukan Pempek di Negeri Kincir Angin
tribunners
Mahasiswa Indonesia di Netherland sedang menikmati pempek sebagai menu berbuka puasa 
Citizen reporter Emmy Primadona dari Belanda

MEMASUKI hari ke 20 bulan Ramadan di Netherland (Belanda), semuanya tampak biasa saja. Tidak ada riak-riak keramaian di Centrum (pusat pasar) untuk membeli keperluan lebaran. Yang ada cuma pajangan "Sale/Discount" dimana-mana untuk pakaian summer, karena musim dingin segera tiba.

Puasa di Eropa khususnya di Belanda membuat saya merindukan suasana rumah yang hangat.  Banyak sekali tantangan yang dihadapi dan spirit Ramadhan pun terasa lemah.

Teringat hari pertama puasa, membuat kami (student muslim) sedikit agak teler. Matahari tenggelam sesuai dengan musim. Pada saat summer (musim panas) matahari tenggelam sekitar pukul 22.00. Dan pada saat itulah kami baru bisa berbuka puasa.

Saya dan dua teman dari Indonesia baru kali ini merasakan puasa yang cukup panjang. Menjelang waktu berbuka puasa, wajah kami sudah pucat pasi tidak bertenaga. Teman sekamar saya yang berasal dari Vietnam, mengerutkan kening ketika saya katakan akan berpuasa, tidak makan dan tidak minum. "You will die Emmy.." Itu komentarnya pertama kali.

Kim memang tidak mengerti agama sejak lahir, karena agama bagi keluarganya bukanlah hal yang penting. Ini adalah common ditemukan di negara asalnya Vietnam. Van tetangga ku dari Vietnam tidak kalah konyolnya. Ketika suara adzan di laptop ku terdengar, dia melenggokkan tubuhnya dan melentikkan jari, seraya berkata "Emmy this is your traditional song?"
"Dubrakkk..!!" fikirku..

Berapa kali aku salat tarawih di masjid bisa dihitung dengan jari. Karena lokasi masjid yang jauh dan waktu salat Isya, yang menjelang dini hari pukul 24.00. Terpaksa semua kami lakukan di kediaman masing-masing.

Waktu berbuka pun tidak senikmat di negara kita. Biasanya kita bisa mendapatkan berbagai macam menu berbuka di pasar beduk atau dari penjual penganan di pinggir jalan. Dan kita pun menikmatinya, sebelum perut terasa penuh tidak akan berhenti makan.

Berita Rekomendasi

Di sini, tidak ada tantangan sama sekali untuk berbuka. Apa yang ada itulah yang disantap. Terkadang segelas susu hangat dan roti adalah menu berbuka utama, diikuti nasi dan lauk pauk ala masakan sendiri.

Di pertengahan Ramahan, nikmat puasa mulai terasa, lapar dan haus bukanlah hal yang menyiksa. Asiknya, selalu ada undangan berbuka puasa bersama dari saudara muslim di Netherland.

Tentunya,  selalu ada saja nikmat yang datang ketika sesuatu itu kita fikirkan. Terakhir saya mengidamkan makan pempek, ternyata tidak lama kemudian dapat undangan buka puasa bersama oleh kelompok keluarga dari Palembang. Alhamdulillah..

Penghormatan untuk muslim yang berpuasa relatif minim. Mungkin dikarenakan Eropa negara yang liberal. Di kala kaum minoritas muslim berpuasa, semua orang bisa menikmati makanannya dimana-mana, tidak ada rumah makan atau cafe yang tutup, semua seperti bulan-bulan biasa.

Menjelang 10 hari  menyambut hari kemenangan, saya mengurungkan niat  untuk "berbaru-baru" di Idul fitri. Tidak perlu beli baju lebaran, sepatu baru, toples baru dan sebagainya.

Bagaimana tidak, di saat kaum muslim seluruh dunia menikmati hari kemenangan, kami sebagai student tetap kuliah seperti biasa, mulai dari pukul 8 hingga 5 sore. Tidak ada tanggal merah atau day off. Yang hanya kami lakukan adalah mengontak sanak saudara di tanah air dan mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin dan kembali ke kampus. (*)

Emmy Primadona
The International Institute of Social Studies (ISS)
Kortenaerkade 12,  AX The Hague
The Netherlands
Telp. +31684564591

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas