Batik Ini Bermotif Huruf Hijaiyah
Saat mendekat ada motif yang khas pada batik ini. Beberapa huruf hijayah juga menjaadi motif semisal huruf 'jim', 'ba' dan sebagainya.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Bau malam menyeruak dari sebuah gerai batik Sri Asih di Jl Plamongan Asri, Pedurungan, Selasa (16/7/2013). Tampak dua perempuan setengah baya sedang mencanting batik di gerai yang berdinding kayu itu. Mereka menggoreskan malam di atas kain btik yang digambar.
Sekilas, kain yang digarapnya tampak seperti batik kebanyakan. Ternyata, saat mendekat ada motif yang khas. Beberapa huruf hijayah juga menjaadi motif semisal huruf 'jim', 'ba' dan sebagainya.
"Batik ini sudah hampir dua tahun berdiri, saya sendiri belajar membatik dari awal," kata seorang pecanting, Darni.
Hampir dua tahun lalu, ia diajari membatik selama tiga bulan sebelum batik Sri Asih berdiri. Selama tiga bulan itu, dirinya tidak dibayar. Hanya bermodalkan tekad karena tidak punya kegiatan, ia belajar membatik. Hingga akhirnya gerai Batik sri Asih benar-benar berdiri, Darni menjadi pekerja resmi.
Pemilik gerai Batik itu, Suswahyuni bercerita awal pembukaan gerai batik itu tidak sengaja. Semua bermula dari kedatangan lurah Plamongan, Mochtar kala itu ke tempatnya. Ia meminta bantuannya untuk melatih warga membatik.
Setelah memikirkan masak-masak, ia bersedia demi mengurangi angka pengangguran di kelurahannya. Saat itu, perempuan yang pernah menjalani latihan membatik dari dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag) pemprov Jateng itu langsung memikirkan mootif khas.
"Karena di sini dikelilingi lingkungan religius, banyak pondok pesantren, saya ingin mengabadikan aktivitas para santri itu ke dalam selembar kain. Akhirnya saya pilih motif hijayah," kata mbak Sus, panggilan akrabnya sembari menunjukkan huruf Hijaiyah di selembar batiknya.
Pilihannya itu sudah dipikirkannya masak-masaak. Bahkan, untuk memakai motif itu, ia berkonsultasi dengan sejarawan, kiai hingga ustadzah mamah dedeh. Idenya itu disetujui.
Bahkan, menurut orang yang dikonsultasikannya, huruf hijaiyah pada dasarnya seperti halnya huruf lainnya. Huruf hijaiyah miik semua orang, berbeda dengan rangkaian ayat suci Al-quran yang hanya milik orang islaam.
"Di timur tengah sehari-hari juga pakai huruf hijaiyah kan? Koran yang dibaca daan sebagainya. Bahkan, dengan begini orang akan penasaran dan mulai belajar huruf Hijaiyah," tutur mbak Sus yang akhirnya membuka gerainya pada Oktober 2011.
Perkembangan batiknya sangat pesat. Pada awalnya, ia hanya memproduksi 50 motif dan 50 lembar kain batik tiap bulannya. Kini, ia memiliki 140 motif dengan jumlah produksi mencapai 300-an kain per bulan. Omzetnya mencapai Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per bulan.
Kini, inovasinya mulai berkembang. Ia menciptakaan model motif wayang orang. Tentunya, digabungkan dengan huruf hijaiyah. Penjualannya kini dalam skala nasional sudah mencapai Manado, Medan dan sebagainya.
"Harganya kisaran Rp 100 ribu hingga Rp 6 juta, tergantung apakah batik tulis atau cap," jelasnya.
Terkait bulan Ramadan, pada seminggu awal omzetnya meningkat drastis. Minggu awal ini, omzetnyaa meningkat hampir 60 % dari rata-rata semula. (Bakti Buwono)