Riwayat Pondok Ihyaul Ulum di Gresik Berawal dari Nyantrik di Musala
Pondok pesantren merupakan salah satu elemen yang tak terpisahkan dari sejarah Kota Gresik sebagai kota santri.
Editor: Sugiyarto
Tak berhenti di sana, mereka kemudian mengaji Kitab Riadus Sholihin bersama, serta ada pengajian tentang perempuan yang diasuh oleh Sakinah Ma'sum, adik KH Afif Ma'sum.
Santri yang masih sekolah di MI, MTs, MA, SMK dan STAI Ihyaul Ulum tetap harus masuk kelas mulai pukul 08.00 hingga 14.00 WIB.
Sore hari, digelar pengajian umum bersama santri dan masyarakat sekitar yang dipimpin KH Mahfudz Ma'sum.
“Buka, salat Maghrib, dan tarawih dilakukan bersama-sama. Pengajian Kitab Tafsir Alquran kembali dilakukan santri sesudah tarawih,” terang KH Afif Ma'sum. Aktivitas santri berakhir pada pukul 00.00 WIB setelah tadarus Alquran.
Saat ini, santri yang menetap jumlahnya lebih dari 1.500 orang dari Gresik, Lamongan, Tuban, dan luar Pulau Jawa. “Itu yang menetap di sini, yang tidak ya lebih dari 5.000 orang,” imbuh Abdul Malik, pengurus Ponpes Ihyaul Ulum.
Keberlangsungan Yayasan Ponpes Ihyaul Ulum yang membawahi semua pendidikan formal dan ponpes sekarang ditangani keluarga besar KH Ma’shum Sufyan.
Selain KH Afif Ma’sum, ada pula KH Mahfudz Ma'sum, KH Robbach Ma'sum, KH Sa'dan Maftuh Ma'sum, Dra Sakinah Ma'sum, Dra Wafiroh Ma'sum, Maziah Ma'sum, dan Robbi'ah Ma'sum.
“Kami bergotong royong menyukseskan pendidikan di desa yang jauh dari Kota Gresik,” tandas Wafiroh Ma'sum, yang juga dikenal sebagai Ketua Fraksi PKB DPRD Gresik.