Mengunjungi Masjid Besar Puro Pakualaman Yogyakarta, Prasasti Ditulis Dalam Bahasa Arab dan Jawa
Memasuki serambi masjid ini, langsung disambut tulisan di sebuah tembok persis di tengah gerbang pintu masuk berbunyi "terus luhur terusto raharjo".
Editor: Anita K Wardhani
Bersamaan dengan berdirinya masjid ini, Belanda mengadakan perjanjian dengan Sri Paku Alam II.
Ini perjanjian politik, yang tentu saja memperketat wilayah kekuasaannya.
Tetapi Sri Paku Alam II berkuasa selama 28 tahun. dari Tahun 1830 sampai 1858.
Namun beliau tercatat pula sebagai seniman ulung. Ahli gending, gamelan dan pencipta beberapa sendratari Jawa.
Lebih dari itu, beliau juga menulis buku Serat Baratayuda dan Serat Dewaruci yang menjabarkan kalimat-kalimat syahadat dan sifat-sifat Allah yang 20 itu.
Sebagai putra kelahiran tahun 1786, beliau mewariskan tarian-tarian Beksan Baratayuda; Lawung Ageng; Gadung Mlati; Ladrang; Inum; dan Puspa Warna.
Masjid Paku Alaman ini berbentuk segi empat. Dulu di halamannya terdapat kolam yang luas.
Tetapi sekarang sudah tiada, dan di ganti dengan serambi guna menampung kian banyaknya para jemaah.
Bila dilihat dari bentuknya, awalnya bentuk masjid ini persegi empat dengan serambi sempit, lalu serambinya diperluas ke kiri dan ke kanan.
Bahkan juga kedepan, menggantikan bekas kolam.
Di dalam masjid terdapat mihrab atau pengimaman yang berkerai sebagai pelindung bagi Sri Paku Alam jika sedang bersembahyang disana.
Masjid ini sudah mengalami renovasi berulang-ulang.
Hal ini bisa dibaca pada prasasti yang terdapat di pintu timur, dengan huruf Arab dan Jawa yang memuat catatan-catatan sejak berdirinya masjid lengkap dengan masa-masa perbaikannya.
Masjid ini bercat kuning. Di dalamnya terdapat mimbar keraton, tiga buah lampu gantung dan tujuh buah kipas angin. Induk masjid memiliki luas 144 meter persegi. Bangunan masjid di sangga oleh 12 tiang jati.