Bicara Kotor atau Kasar saat Berpuasa, Batalkah Puasanya? Simak Penjelasannya!
Simak penjelasan mengenai hukum berbicara kotor atau kasar saat berpuasa. Batalkah puasa yang dijalani?
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Pravitri Retno W
Sebagaimana firman Allah subhanallahu wa ta'ala dalam QS. An-Nisa ayat 148 :
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya, "Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa Allah tidak menyukai perkataan-perkataan kasar, kecuali saat sedang dizalimi orang lain.
Apalagi ketika seorang Muslim dalam keadaan berpuasa.
"Puasa itu yang terutama adalah menahan hawa nafsu. Oleh karena itu, di media sosial, baik Twitter, Facebook, Instagram, dan lain-lain kadang emosi terluap di sana," ujar Ari.
Ari menjelaskan, diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman.” (HR. Bukhari no. 1903)
Artinya, ketika seseorang berpuasa tetapi berbuat kasar atau menyakiti orang lain, maka bagi Allah puasa orang tersebut sia-sia.
"Seseorang mungkin merasakan lapar, haus, tetapi bagi Allah yang terpenting adalah menjaga perkataan harus selalu dilaksanakan oleh umat Muslim, baik saat bulan puasa maupun tidak," papar Ari.
Dose IAIN Surakarta tersebut berpendapat, sesuatu yang keluar atau tertulis di media sosial akan berjangka panjang dan berdampak lebih lama daripada berucap secara langsung.
Oleh karena itu, efek berkata kasar di media sosial dianggap jauh lebih buruk.
Ari pun berharap agar umat Muslim menghindarkan diri dari berkata buruk atau memaki.