Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Renungan Pagi Ramadan - Puasa dan Surga

pelaksanaan ibadah Ramadan di tengah pandemi Covid 19 memotivasi kita meningkatkan aspek kepasrahan diri kepada Allah

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Renungan Pagi Ramadan - Puasa dan Surga
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
seorang umat muslim asik membaca Al Quran dalam suasana lenggang pada Bulan Ramadan di Masjid Kauman Semarang. Jawa Tengah, Minggu (26/4/2020). Karena mewabahnya Virus Corona (Pandemi Covid-19) untuk sementara berbagai kegiatan dimasjid tersebut ditiadakan mulai dari Semaan Al Quran, Sholat Tarawih dan Pengajian. Untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) *** Local Caption *** Semaan Al Quran Di Masjid Kauman Semarang Sebelum dan Ketika Pandemi Covid19 

Puasa dan Surga

TRIBUNNEWS.COM - Dari Abu Umamah Shudayya bin Ajlan al Bahili RA, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah saat haji Wada’—haji perpisahan—, beliau bersabda, “Bertaqwalah kepada Tuhanmu (Allah), tegakkan shalat lima waktumu, berpuasalah di bulanmu (ramadan), tunaikanlah zakat harta-hartamu, dan taatilah para pemimpinmu, niscaya kalian semua akan masuk ke dalam surga Tuhanmu.” HR. Tirmidzi (616), dan Abu Dawud (1955), hadis Hasan Shahih.

Penjelasan Hadis

Hadis ini menjelaskan bahwa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala ibadah wajib seperti shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, dan mengeluarkan zakat merupakan ibadah yang dicintai Allah SWT. Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengawali perintahnya dengan kalimat “Bertaqwalah kepada Tuhanmu”, maksudnya buatlah benteng pemisah antara dirimu dan murka Allah, dan takutlah kepada-Nya seakan-akan kamu melihat-Nya. 

Karena tiga substansi perintah bertaqwa adalah menghindari segala perbuatan yang menimbulkan murka Allah, menimbulkan kerugian terhadap diri sendiri, dan menimbulkan kerugian terhadap orang lain.

Perintah selanjutnya adalah “tegakkan shalat lima waktumu” yaitu kewajiban vertikal kepada Allah SWT sebagai wujud syukur atas segala kebaikan-Nya dengan melaksanakan shalat lima waktu dengan baik dan benar. Baik dalam arti memenuhi aspek kebatinan berupa kekhusyuan, serta benar dengan memenuhi rukun dan syarat sah shalat. 

Perintah selanjutnya adalah “berpuasalah di bulanmu (Ramadan)”, yaitu kewajiban vertikal dan horizontal sebagai upaya penguatan tauhid dan kepedulian sosial. Puasa mampu memadukan dua potensi manusia yaitu potensi ketuhanan dan potensi kemanusiaan yang menjadi bekal utama dalam menjalankan tugas sebagai hamba Allah.

Berita Rekomendasi

Khususnya pelaksanaan ibadah Ramadan di tengah pandemi Covid 19 memotivasi kita meningkatkan aspek kepasrahan diri kepada Allah dengan penuh harap agar wabah Covid 19 segera lenyap dari negeri Indonesia tercinta, serta meningkatkan rasa kepedulian terhadap masyarakat yang terkena dampak ekonomi dari Covid 19 ini. 

Perintah selanjutnya “tunaikanlah zakat harta-hartamu”, yaitu kewajiban harta dengan mengeluarkan zakat harta jika telah memenuhi kadar wajib zakat atau nishab. Zakat merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan sebagai wujud syukur atas anugerah harta dan keterlibatan orang lain dalam meraih anugerah tersebut. Karena berterimakasih kepada manusia menjadi wasilah bersyukur kepada Allah, sebagaimana dalam sebuah hadis,

 "Tidak dipandang bersyukur kepada Allah bagi orang yang tidak berterimakasih kepada manusia”

Perintah selanjutnya adalah “dan taatilah para pemimpinmu”, yaitu kewajiban mentaati orang-orang yang mengurusi segala urusan manusia sebagaimana firman Allah SWT:

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. An-Nisa : 59)

Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh perintah "taatilah" karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (tâbi') dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi kewajiban mendengar dan taat kepada mereka.

"Sepeninggalku nanti ada pemimpin-pemimpin yang akan memimpin kalian, pemimpin yang baik akan memimpin dengan kebaikannya dan pemimpin yang fajir akan memimpin kalian dengan kefajirannya. Maka dengarlah dan taatilah mereka pada perkara-perkara yang sesuai dengan kebenaran saja. Apabila mereka berbuat baik maka kebaikannya adalah bagimu dan untuk mereka, jika mereka berbuat buruk maka bagimu (untuk tetap berbuat baik) dan bagi mereka (keburukan mereka)." (HR Bukhari Muslim)

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas