Polemik Pengeras Suara Masjid, MUI: Volumenya Harus Diatur Agar Enak Didengar
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai tujuan surat edaran tersebut agar suara yang keluar dari rumah ibadah enak didengar
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) soal pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola jangan terus-terusan menjadi polemik.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai tujuan surat edaran tersebut agar suara yang keluar dari rumah ibadah jadi enak didengar.
Anwar mengatakan mensyiarkan bulan Ramadan itu penting. Salah satu hal yang dibutuhkan oleh jemaah dan kaum Muslimin untuk itu adalah alat pengeras suara yang posisinya ada yang diarahkan ke dalam dan juga keluar masjid.
“Yang dikehendaki oleh surat edaran tersebut bagaimana supaya volumenya diatur tidak hanya keluar tapi juga ke dalam sehingga tidak memekakkan telinga. Oleh karena itu desibel atau volumenya harus diatur yang kira-kira enak didengar,” kata Anwar saat dikonfirmasi Tribun, Jumat(15/3/2024).
Bahkan menurut Anwar, pengurus masjid tidak hanya sekedar mengatur desibel loudspeaker, tapi juga mengatur masalah siapa yang akan adzan, menjadi imam dan yang membaca shalawat.
“Jangan sembarang orang, tapi harus orang yang memang (suaranya) indah, bagus, baik, benar bacaan dan tajwidnya. Sehingga sejuk dan enak untuk didengar,” ujar Anwar.
Anwar ingin suara azan, imam dan membaca shalawat tidak hanya dinikmati oleh jemaah di dalam masjid, tapi juga yang ada di luar, termasuk masyarakat yang tidak beragama Islam, karena ada nilai seninya.
“Kita tahu yang namanya seni itu bersifat universal. Dalam bahasa apapun suara itu, kalau suara yang kita dengar itu indah dan merdu maka siapapun akan senang mendengarnya,” katanya.