STFT Fajar Timur Sesalkan Aparat Masuki Kampus
Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur menyesalkan aparat keamanan memasuki kampus tanpa izin
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Yulis Sulistyawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur menyesalkan tindakan aparat keamanan dengan senjata lengkap tanpa surat izin dan pemberitahuan sebelumnya memasuki kampus mereka. Aparat mendatangi tempat pendidikan tersebut pasca Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung 19 Oktober 2011.
Dalam rilis yang diterima Trinbunnews.com yang ditandatangani oleh Rektor STFT Fajar Timur Pater Neles Tebay Pr dan Pimpinan Ordo Fransiskan Papua Pater Gabriel Ngga, OFM, aparat Polisi dan Brimob serta TNI dengan kendaraan perang lengkap bersiaga di sepanjang jalan SosIri dan jalan Yakonde, bahkan sampai di belakang Kampus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur pada Rabu 19 Oktober 2011 pagi.
Penempatan pasukan keamanan tanpa pemberitahuan kepada pihak kampus. "Kami merasa cemas dan menduga-duga bahwa situasi nanti kacau dan jangan sampai kami terjebak dalam situasi tersebut. Karyawan akhirnya diminta untuk pulang ke rumah," tulis rilis tersebut.
Namun pada siang hari, sepasukan tentara memasuki kampus STFT dan kompleks hunian mahasiswa (Seminari Tinggi Interdiosesan) dari arah gunung dengan senjata lengkap. Pasukan memasuki kampus tanpa minta izin kepada pihak kampus atau seminari. Mereka beristirahat di pondok serba guna. Kehadiran mereka di situ, mendapatkan reaksi dari beberapa mahasiswa yang meminta agar mereka tidak memasuki area seminari dan kampus. "Mendapat teguran tersebut mereka mengundurkan diri dan kembali lagi ke arah gunung," kata Pater Neles.
Ia pun menceritakan bahwa sore harinya, aparat keamanan kembali memasuki wisma yang dihuni para frater (calon pastor) untuk mencari massa dan peserta kongres yang lari menyelamatkan diri.Aparat memecahkan pintu kamar belajar dan kamar tidur bagian depan, memasuki ruang komputer dan mengobrak-abrik isinya,
Pada saat itu, kata Pater Neles, frater-frater dari keuskupan Agats dengan perasaan amat takut tiarap bersembunyi di kamar bagian belakang. "Ada beberapa peserta kongres yang menyelamatkan diri di kamar mandi sepertinya ditangkap," katanya.
Sementara itu di ruang studi dosen, ungkap Pater Neles, Pater John Jehuru OSA yang adalah Puket III dan Rektor Seminari Tinggi Interdiosesan dikagetkan oleh peluru yang menembus kaca jendelanya. Pater John sedang memantau dari jendela huru-hara di lapangan Zakeus. Sebuah peluru menembus kaca nako jendela dan kain horden, memantul di dinding, mental jatuh di meja studinya. "Jarak antara peluru yang menembus kaca dengan pater John sekitar 50 sampai dengan 75-an cm. Ditemukan serpihan peluru, dalam bentuk pipih," ungkapnya.
Aparat juga memasuki wisma-wisma lain. Neles menceritakan Wisma yang ditempati oleh Frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Manokwari-Sorong, aparat sedang mencari peserta kongres. Di Wisma yang dihuni frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke, aparat menangkap seorang mahasiswa yang bernama Agus Alua.
Di Wisma ini, lanjut Neles, ditemukan kaca nako jendela tertembus peluru. Tidak tahu persis apakah tertembus dari dalam atau dari luar. Aparat yang memasuki wisma ini, datang dari arah gunung di belakang seminari disertai dengan bunyi tembakan. Sementara di kompleks perumahan dosen, aparat mengejar peserta kongres dan menghamburkan gas air mata. Salah satu rumah dimasuki oleh aparat dan menemukan penghuni rumah, seorang ibu, yang tiarap di bawah tempat tidur.
Di biara Fransiskan "Sang Surya", banyak sekali peserta kongres lari menyelamatkan diri. "Pak Forkorus Yaboisembut (Ketua DAP) dan Dominikus Surabut yang kini berstatus tersangka juga sedang beristirahat di biara ini setelah Kongres ditutup," kata Pater Neles.