'Ada Kongkalikong di Kasus Haji Tajang'
Ahmad Yani bisa saja tak meninggalkan nomor telpon dan alamat rumahnya ketika melaporkan dugaan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR -- Ahmad Yani bisa saja tak meninggalkan nomor telpon dan alamat rumahnya ketika melaporkan dugaan suap terhadap hakim pengadilan negeri Makassar yang menangani perkara terdakwa kredit fiktif BRI Sombaopu Rp 41 miliar, Haji Tajang, kepada sejumlah pihak.
Namun surat yang menceritakan tentang detail transaksi suap di salah satu rumah makan terkenal di Makassar pada 20 Maret lalu itu tetaplah meninggalkan tanda tanya besar di benak sejumlah aktivis antikorupsi di Makassar.
Salah satunya adalah Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi. Selasa (2/4) kemarin, lembaga penggiat antikorupsi yang pernah dipimpin Ketua KPK Abraham Samad ini, juga mengaku menerima surat tersebut di hari yang sama saat Tribun menerimanya.
Meski demikian, ketua badan pekerja ACC Sulawesi, Abdul Muttalib mengatakan sebelum adanya laporan dari orang yang mengatasnamakan Ahmad Yani tersebut pihaknya sudah mencium adanya kongkalikong aparat penegak hukum terkait pengalihan status Haji Tajang dari tahan Lapas menjadi tahanan kota.
Sehari setelah status Tajang dialihkan 21 Maret lalu, ACC melansir pernyataan sikap mengecam keputusan hakim dalam sidang korupsi tersebut.
Dalam pernyataannya ACC menilai dalam perjalanan kasus ini bos PT A Tiga Sengkang ini memiliki catatan buruk sepanjang proses penyelidikan maupun penyidikan. Diantaranya pernah melarikan diri dan ditetapkan sebagai DPO. "Seandainya tidak tertangkap oleh Kejaksaan belum tentu perkara ini disidangkan," ujar Thalib.
Menurutnya, majelis hakim telah melakukan tindakan fatal dengan pemberian pengalihan status tahanan tersebut.
Lantas apa jawaban, hakim? "Kami sudah mengadukan perkara ini ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan mendesak Komisi Yudisial untuk segera memeriksa Majelis Hakim yang menangani kasus ini," kata Hakim PN Makassar, Pudjo Hunggul Hendrowarsito.
Dia beralasan, pengalihan tahanan dari tahanan jaksa ke tahanan kota karena sejumlah alasan.
Pertama, masa Tahanan sudah hampir usai (29/3/2013), sementara persidangan masih lama "dari pada habis, lebih baik dialihkan ke tahanan kota."
Kedua, Proses pengalihan tahanan sesuai hukum. "Ada jaminan dari penasihat hukum, ada jaminan dari pihak keluarga, dan "Haji Tajang sakit, seperti surat dari dokter lapas."
Namun, Jaksa Penuntut Umum kasus ini, M Yusuf Putra, mempertanyakan itu. "Masa hakim tak perhatikan."
Pudjo juga tak terlalu menanggapi tudingan suap senilai Rp300 juta yang dialamatkan kepadanya. Menurutnya hal itu harus dibuktikan, tapi si pelapor juga harus siap menaggung konsekuensi laporan tersebut. Pudjo juga nampaknya tak takut jika suatu saat nanti Tajang kembali kabur. "Tidak bakalan itu, jika dia tak koperatif kita akan tindak lagi lebih keras," ujar Pudjo yakin.
Sepertinya ucapan Pudjo bisa ia pertanggungjawabkan sebab pada sidang lanjutan yang digelar Rabu (27/3) lalu Tajang memang datang di ruang sidang.
Agenda persidangan waktu itu adalah mendengarkan keterangan empat saksi. Dari keempat saksi tiga diantaranya merupakan staf karyawan pada BRI yakni Mahyudi (kepala yang mengurus verifikasi BPKB), Priyono (staf ahli yang bertugas memeriksa data keuangan masing-masing pos keuangan di BRI) dan Puji (Kepala Bagian ATK yang bertugas melakukan verifikasi kelengkapan dokumen debitur). Satu saksi lainnya adalah lagi, mantan staf terdakwa Haji Tajang yang sekarang bekerja sebagai wiraswasta, Alfi Rahim.
Sementara itu, penasihat hukum Haji Tajang, Muhammad Iqbal yang coba dikonfirmasi, tadi malam, tak memberikan jawaban terkait dugaan suap ini.(Tribun Timur/cr3)