Zikir Bumi Gunung Padang, Refleksi Masyarakat Menjaga Bumi
TUJUH bocah warga Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, berbaris rapi di pintu masuk situs megalit
Editor: Hendra Gunawan
"Ngarak dongdang dan ngarak lodong merupakan kebasan masyarakat yang sudah ada secara turun temurun. Zikir bumi bagian tak terpisahkan dari budaya dan religi masyarakat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Intinya zikir bumi ini bertujuan untuk mengajak berbagi ke sesama tanpa melihat perbedaan dan menjunjung tinggi kebersamaan," kata Zaenal.
Menurut Zaenal, zikir bumi memang menyerupai tradisi sedekah bumi di tempat lainnya. Hanya saja, tradisi zikir bumi di situs Gunung Padang menggunakan dongdang yang berjumlah tujuh. Dongdang, ucap Zaenal, memiliki makna tersendiri untuk menggambarkan situs Gunung Padang.
"Dongdang itu bangunan tempat tertentu seperti Gunung Padang di mana bangunan yang harus dikaji isinya. Di dalam situs Gunung Padang, ada pendidikan, kebudayaan, religi yang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti halnya dongdang yang tertutup rapat, namun di dalamnya banyak hal yang bisa dibagikan kepada masyarakat," kata Zaenal.
Angka tujuh sendiri, kata dia, merupakan penggambaran alam semesta dan manusia yang hidup di dalamnya. "Bumi diciptakan Tuhan sebagai tempat dilahirkan dan bernaungnya makhluk hidup sehingga bumi pun selalu berintegrasi dengan proses perkembangan kehidupan. Hal ini menunjukkan betapa besarnya peran bumi dalam kehidupan," kata Zaenal.
Menurut Zaenal, di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, banyak masyarakat yang lahir dari berbagai macam sukur, ras, agama, dan golongan. Namun pada intinya masyarakat itu tidak bisa hidup sendiri, melainkan manusia merupakan masyarakat sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya.
"Budaya ini bukan pertama kalinya ada di situs Gunung Padang dan sudah ada dari dulu. Buktinya, situs Gunung Padang tidak mungkin dibangun tanpa ada gotong-royong dan rasa kebersamaan. Karena itu, adanya zikir bumi sekaligus untuk memperkenalkan budaya yang pernah ada sekaligus membangun kembali jiwa gotong royong," kata Zaenal.
Karena itu, kata Zaenal, zikir bumi ini juga untuk meningkat kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap budaya yang dimiliki Indonesia, khususnya situs megalit Gunung Padang. Menurutnya, situs Gunung Padang ini tak hanya sebagai bangunan bersejarah, melainkan juga sebagai simbol pemersatu bangsa di bawah bendera merah putih.
"Mari semua menjaga dan melestarikan situs ini. Jangan sampai situs ini menjadi eksploitasi kepentingan-kepentingan kelompok dan individu. Kalau memang benar situs ini memiliki keunikan dan misteri, tolong publikasikan kepada masyarakat agar mereka mengetahuinya supaya menjaganya dan bukan untuk kepentingan kelompok dan merusak situs itu sendiri," kata Zaenal.
Hal senada dikatakan Direktur Lokatmala Intitute, Eko Wiwid, ketika ditemui Tribun di lokasi situs Gunung Padang, Minggu (21/4). Dikatakannya, acara tersebut merupakan cita-cita masyarakat untuk saling berbagi hasil bumi.
"Mereka punya sumber daya alam yang melimpah termasuk Gunung Padang. Karena itu masyarakat memiliki keinginan besar dengan bersilaturahmi berbagi dengan cara urunan kacang, pisang, timun untuk menjadikan situs bersejarah ini milik rakyat. Dengan zikir bumi ini menandakan jika situs Gunung Padang milik semua umat manusia bukan milik kelompok tertentu," kata Eko. (*)