Sekolah Boleh Memungut Dana
Forum Komunikasi Komite Sekolah SMK Negeri Kota Bandung sepakat pihak sekolah melalui komite sekolah bisa mencari dukungan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Forum Komunikasi Komite Sekolah SMK Negeri Kota Bandung sepakat pihak sekolah melalui komite sekolah bisa mencari dukungan dana atau memungut uang dari masyarakat jika dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak mencukupi.
Kesepakatan pungutan sekolah itu, menurut Ketua Forum Komunikasi Komite Sekolah SMK Negeri Kota Bandung, M Husni Thamrin BE, dihasilkan pada rapat Rabu (8/5/2013). Kesepakatan lainnya, hasil ujian nasional (UN) tidak menjadi faktor utama kelulusan.
"Dana operasional untuk SMK itu besar. Kalau memang nanti ada bantuan rintisan BOS, diharapkan bisa sesuai cost. Kalau memang tidak mencukupi, komite sekolah dapat mencari dukungan dana dari masyarakat," kata Husni saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (13/5/2013).
Husni mengatakan, forum rapat meminta agar Pemerintah Kota Bandung dapat memenuhi kebutuhan dana BOS SMA/SMK tahun 2013. Menurut dia, standar biaya untuk SMA adalah Rp 4,5 juta per siswa per tahun, SMK nonteknologi sebesar Rp 5,6 juta per siswa per tahun, dan SMK teknologi sebesar Rp 6,5 juta per siswa per tahun.
Selama ini, kata Husni, dana BOS baru dialokasikan untuk SD dan SMP. Untuk tingkat SMA/SMK, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan secara politis sudah menyatakan akan ada rintisan BOS dengan menggratiskan biaya SMA/SMK. Namun diharapkan bantuan ini juga bisa membantu unit cost yang dikeluarkan.
"Dalam UU Sisdiknas sudah disebutkan juga bahwa peran serta masyarakat diperkenankan," katanya.
Husni mencontohkan, pengeluaran besar yang dilakukan oleh komite sekolah antara lain biaya untuk pelaksanaan Program Latihan Kepemimpinan Siswa/Pembinaan Karakter Bangsa dalam rangka bela negara bagi peserta didik baru. Program ini wajib diikuti oleh siswa di Kota Bandung untuk tingkat SMA/SMK. Dana yang dipakai adalah dana dari orang tua siswa yang memberatkan masyarakat. Diperkirakan dana bergulir dari semua SMA/SMK negeri di Kota Bandung yang ikut program ini mencapai Rp 4 miliar.
"Dana ini ditanggung komite sekolah, apakah pemerintah menganggarkan juga untuk dana program ini, sementara program ini wajib bagi siswa," katanya.
Menurut dia, dana tersebut seharusnya bisa ditanggung oleh pemerintah dan dianggarkan di APBD. Selain itu, pelaksanaannya melibatkan pemangku kepentingan sekolah. Namun pada praktiknya, pelaksanaan program ini dilakukan di luar sekolah dan perlu biaya untuk menyewa lokasi. "Kalau dilakukan di sekolah, bisa lebih hemat," katanya.
Ia juga menambahkan, hasil keputusan rapat lainnya meminta dana BOS menjadi sistem yang berkelanjutan agar pendidikan tidak dipolitisasi atau menjadi jualan bagi politikus yang akan maju dalam pilkada dan menjadi anggota DPR/DPRD. Selain itu, hendaknya guru honorer dijamin dalam perwal untuk mendapat gaji dari pemerintah.
Hasil keputusan rapat ini juga ditujukan kepada Kemendikbud, Wali Kota Bandung, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Soal pelaksanaan UN, ujarnya, para peserta rapat sepakat merekomendasikan agar hasil UN tidak menjadi faktor utama kelulusan peserta didik. "Jadi, UN diperlukan hanya sebagai tolok ukur dan evaluasi hasil kualitas pendidikan di daerah masing-masing atau setiap kabupaten/kota dan provinsi berbeda," katanya. (tif)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.