Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gerakan Esthon Fenomenal

Kemenangan Frenly sudah diduga sebelumnya. Hal ini dibuktikan peningkatan perolehan suara yang signifikan pada basis utama

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Gerakan Esthon Fenomenal
Kompas/Yuniadhi Agung
Warga Desa Denatana Timur, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), memberikan suara dalam pemilihan umum kepala daerah NTT putaran kedua, Kamis (23/5/2013). Pasangan Esthon Leyloh Foenay/Paul Edmundus Tallo dan pasangan Frans Lebu Raya/Benny Alexander Litelnoni bersaing untuk menduduki jabatan Gubernur/Wakil Gubernur NTT periode 2013-2018. 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Edy Bau dan Oby Lewanmeru

TRIBUNNEWS. COM, KUPANG -- Kemenangan Frenly sudah diduga sebelumnya. Hal ini dibuktikan peningkatan perolehan suara yang signifikan pada basis utama Frenly di putaran kedua dan faktor Manggarai. Suara CristAl (Christian Rotok-Abraham Paul Liyanto) dan Beni Kabur Harman-Willem Nope (BKH-Nope) lebih ke Frenly.

Demikian disampaikan Dosen Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, terkait hasil Pemilu Gubernur (Pilgub) NTT putaran kedua ketika diminta komentarnya, Sabtu (1/6/2013) malam.

Namun, kata Ahmad, ada basis yang bergeser ke Esthon seperti di Sumba Timur dan Sumba Tengah. Begitu juga basis Ibrahim Agustinus Medah konsisten mengalihkan dukungan ke Esthon seperti di Alor, Sabu, Rote dan Kabupaten Kupang.

Esthon-Paul hanya mampu mengejar Frenly sekitar 112 ribu suara, sehingga selisih dengan putaran pertama hanya sekitar 50 ribu. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat golongan putih (golput) yang cukup tinggi di TTS. Suara Eston-Paul di TTS naik tidak sampai satu persen. Itu artinya suara paket yang kalah di putaran pertama banyak yang golput dan sedikit ke Frenly.

Menurut Ahmad, hasil ini menunjukkan bahwa gerakan Esthon cukup fenomenal sehingga mampu menarik simpati pemilih paket yang kalah pada putaran pertama. Walau akhirnya dia kalah, tapi dari sisi pembelajaran politik cukup membanggakan.

Dengan demikian, lanjut Ahmad, rivalitas massa ke Esthon cukup kuat tapi belum mampu mengalahkan Frenly. Begitu juga faktor primordialisme relatif kuat jika dianalisa berdasarkan geografis dan ideologis. "Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita semua untuk membangun politik egaliter ke depan," ujar Ahmad, pengamat politik regional NTT itu.

BERITA REKOMENDASI

Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. David Pandie, M.S mengatakan, pada Pilgub NTT putaran kedua, ada pemimpin yang tidak mendapat pilihan terbanyak dari rakyat akan berdampak pada legitimasi pemilih rendah. Kondisi ini akan berpengaruh pada kepercayaan pemimpin yang rendah pula.

David menyampaikan hal itu kepada Pos Kupang, Selasa (4/6/2013). Menurut dia, secara demokrasi pemimpin yang tidak mendapat pilihan terbanyak akan berdampak pada legitimasi.

"Kita melihat pilgub putaran kedua, ternyata tidak ada pemilih yang 100 persen rasional. Dan, dari hasil pilgub itu, kita bisa melihat apabila pemimpin yang tidak mendapat pilihan terbanyak atau sedikit dari pemilih, maka berdampak pada kepercayaan. Itu juga membuktikan bahwa sekarang ini kepercayaan terhadap partai politik rendah," kata David.

Dia menjelaskan, pilgub putaran kedua, dua paket mendapat pilihan yang hampir seimbang pada daerah-daerah tertentu. "Kalau bilang pemilih di NTT masih melihat agama, saya pikir kita tidak bisa berandai-andai seperti itu, kecuali melalui sebuah riset. Dan, kita tidak bisa menyimpulkan seperti itu, karena pemilih kita tidak 100 persen rasional," tegasnya.

Dikatakannya, hasil pilgub putaran kedua tampak pada kantong pemilih paket Esthon-Paul yang unggul adalah basis pemilih beragama Protestan, namun tidak begitu signifikan karena ada pemilih Frenly dan sebaliknya. Kecuali, pada beberapa daerah basis.


David mengatakan, pilgub putaran kedua partisipasi pemilih di NTT sangat rendah dan fenomena itu bukan hanya terjadi di NTT, tetapi di beberapa daerah mengalami hal yang sama. "Memang banyak golput, tapi golput itu dengan berbagai alasan. Masyarakat kita saat ini sudah pintar dan bisa menilai bahwa tidak ada hubungan antara kesejahteraan rakyat dengan pilkada/pilgub. Atau pilkada/pilgub tidak memberi keyakinan kesejahteraan bagi masyarakat," ujar David. (*)

Sumber: Pos Kupang
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas