Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Gempa: Gempa di Aceh Tergolong Gempa Tektonik

besar kemungkinan sumber gempa tidak langsung terjadi di bawah Takengon, tetapi agak dekat dekat kota penghasil kopi itu

zoom-in Ahli Gempa: Gempa di Aceh Tergolong Gempa Tektonik
SERAMBI/MAHYADI
Warga memperhatikan salah satu rumah yang rubuh di Dusun Batu Asah, Kampung Sumber Jaya, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, paska musibah gempa bumi berkekuatan 6,2 SR yang menerjang kawasan itu, Selasa (2/7/2013) sekira pukul 14.37 WIB. SERAMBI/MAHYADI 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Gempa berkekuatan 6,2 skala Richter (SR) yang mengguncang Bener Meriah, Aceh Tengah, dan sejumlah kabupaten dan kota lainnya di Aceh pada Selasa (2/7/2013) pukul 14.37 WIB, diyakini pakar gempa bukan merupakan gempa vulkanik, melainkan jenis gempa tektonik.

Berdasarkan jenis getarannya, besar kemungkinan sumber gempa tidak langsung terjadi di bawah Takengon, tetapi agak dekat dekat kota penghasil kopi itu. Gempa tersebut pun tidak persis berada di jalur Patahan Sumatera (Sumatra Fault), melainkan kemungkinan berada di lintasan sesar lokal.

Pernyataan itu disampaikan dua pakar gempa, masing-masing Prof Kimata dari Universitas Nagoya, Jepang, dan Dr Nazli Ismail dari Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universiatas Syiah Kuala (FMIPA Unsyiah) kepada Serambinesw.com, Selasa pukul 23.00 WIB.

Baik Prof Kimata maupun Dr Nazli, sudah sejak tiga hari lalu berada di Takengon, Aceh Tengah, melakukan riset dan kajian terkait gempa Sumatera. Nazli yang mantan wartawan Harian Serambi Indonesia itu memimpin tim riset dimaksud. Ia jebolan Universitas Uppsala, Swedia, dan saat ini menjabat Ketua Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah.

Prof Kimata menambahkan, gempa di Patahan Sumatera seharusnya tidak terlalu besar atau tidak lebih dari 6 SR. Di Jepang, gempa dengan kekuatan 6,2 SR jarang merusak banyak bangunan.

"Tapi di sini bangunan tidak kokoh, kualitasnya buruk, sehingga banyak yang rusak. Ke depan, kualitasnya perlu ditingkatkan," ujar Prof Kimata.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas