Nelayan Moro Sandera Kapal Isap Pasir Berbendera Bolivia
Sekitar 100 nelayan Kecamatan Moro, Karimun, Kepri dilaporkan menyandera sebuah kapal isap
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Batam, Rachta Yahya
TRIBUNNEWS.COM, KARIMUN - Sekitar 100 nelayan Kecamatan Moro, Karimun, Kepri, Jumat (12/7/2013) sore sekitar pukul 17.30 WIB dilaporkan menyandera sebuah kapal isap pasir laut berbendara Bolivia. Kapal Motor Vessel (MV) Heng Hong Nomor 199 disandera sekitar perairan Pulau Panjang, Desa Pauh, Kecamatan Moro.
Kapolres Karimun, AKBP Dwi Suryo Cahyono maupun Kapolsek Moro, AKP Ramlan Khalik belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden penyanderaan itu hingga pukul 13.00 WIB, Minggu (14/7/2013).
Keduanya tidak membalas pesan singkat elektronik (SMS) Tribun Batam (Tribunnews.com Network). Namun kabarnya, pihak Polsek Moro atau Durai sudah turun ke lokasi mengamankan situasi.
Berdasarkan informasi di lapangan, insiden penyanderaan kapal isap pasir laut, MV Heng Hong No 199, berbendera Bolivia itu dipicu oleh gerahnya sekitar 100 nelayan Moro itu.
Selain diduga beroperasi secara ilegal karena tak mengantongi izin melakukan aktivitas tambang pasir laut, nelayan juga gerah aktivitas itu diduga dilakukan di sekitar area tangkapan ikan mereka.
"Nelayan gerah, karena selain memang dilarang menambang pasir laut, mereka (MV Heng Hong No 199--red) juga beroperasi di sekitar area tangkapan ikan nelayan sekitar," ujar seorang narasumber nelayan di Moro, Minggu (14/7/2013).
MV Heng Hong No 199 itu disewa oleh sebuah agen pelayaran yakni PT Pelayaran Jasa Maritim Wawasan Nusantara dengan Nakhoda bernama Leng Heping dan jumlah kru kapal sekitar 18 orang.
Kapal itu diduga memiliki kapasitas angkut sekitar 3.600 ton. Saat disandera nelayan, diduga MV Heng Hong No 199, berbendera Bolivia itu sudah mengumpulkan sekitar 2 ton pasir laut.
Insiden penyanderaan kapal isap pasir laut oleh sekitar 100 nelayan Moro, Jumat sore lalu ibarat bom waktu yang setiap saat bisa meledak.
Kasus serupa jika tidak ditanggulangi cepat, dikhawatirkan bisa merembes ke kapal-kapal jenis lain yang melakukan aktivitas di sepanjang area tangkap ikan nelayan tradisional Kabupaten Karimun.
Sudah menjadi rahasia umum banyak kapal isap pasir timah lalu lalang melakukan aktivitas isap pasir timah mendekati area tangkap ikan nelayan dan jalur pelayaran reguler di Kabupaten Karimun.
Sayangnya, hal tersebut seolah dibiarkan begitu saja, setiap kali dipertanyakan, Pemkab Karimun dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi Karimun selalu beralasan pembangunan senantiasa membutuhkan pengorbanan.
Daerah mana yang tidak rusak pada saat bersamaan tengah berlangsung aktivitas pertambangan?
Akibatnya, nelayan-nelayan tradisional yang bisa ditemukan hampir di sepanjang pantai di Kabupaten Karimun semakin terpinggirkan.
Selama ini, jalan satu-satunya untuk menyenangkan dan mengambil hati para nelayan tradisional itu, baik pengusaha atau Pemkab Karimun selalu mengiming-imingi mereka dengan pemberian uang kompensasi ratusan ribu rupiah yang disalurkan setiap bulannya.
Ironisnya, kadang pemberian dana kompensasi itu tidak tepat sasaran dan malah ikut dinikmati sejumlah oknum yang bukan nelayan.
Dibutuhkan aturan jelas terkait aktivitas perindustrian di perairan, mengingat sebagai daerah bahari yang sekitar 75 persen daerahnya adalah laut, banyak warga ekonomi lemah masih menggantungkan hidupnya kepada laut.