Keterangan Saksi Ahli dan A De Charge Tidak Relevan
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Yogyakarta Andi Suryo Awaludin,
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA -- Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Yogyakarta Andi Suryo Awaludin, menganggap saksi ahli dan saksi meringankan terdakwa tidak relevan dengan kasus yang sedang disidangkan, Jumat (19/7/2013).
Tidak relevannya saksi ahli, menurutnya dari keterangan Reza Indra Giri Amriel bahwa saksi ahli tidak melakukan pemeriksaan psikologis secara mendalam pada terdakwa penembakan di Lapas Cebongan Sleman. Yang bersangkutan, menurutnya tidak mempunyai data akurat perihal kondisi psikologis terdakwa sehingga alibi stres disorder yang dialami mereka tidak dapat dibuktikan dan dikesampingkan.
Perihal pembunuhan terencana, ia berpendapat, bahwa pembunuhan terencana dalam perspektif ilmu psikologi dapat diukur dengan dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan unsur target, insentif, sumber daya manusia, resiko dan efesiensi. Unsur target, adanya korban Deky cs yang disangka melakukan pembunuhan kepada Heru Santoso.
Unsur insentif berupa keupasan karena tujuan tercapai. Kemudian unsur sumber daya, dengan ada terdakwa lebih dari dua orang yang diduga pelaku. Lalu resiko, terlihat dengan perusakan dan pemusnahan CCTV di Lapas kelas IIB Sleman. Terakhir, efisiensi terlihat dari hanya korban meninggal dari kelompok Deki cs.
Perihal penghapusan pidana karena stress dissoerder, sambungnya bahwa para terdakwa tidak menderita stress disorder karena saksi ahli belum pernah memeriksa secara mendalam perihal psikologi para terdakwa dan para terdakwa masih secara sadar ketika memberikan keterangan di polisi militer.
"Putusan hakim di negara Amerika Serikat yang membebaskan ataupun melepaskan tuntutan pidana pada para terdakwa karena alibi stress dissorder tidak bisa diterapkan di Indonesia karena sistem hukum yang berbeda," katanya, melalui rilis yang diterima Tribun Jogja.
Keterangan saksi ahli Edward Omar Sharif terlalu memaksakan dalil pasal 49 ayat 1 tentang pembenaran tindak pidana terhadap para terdakwa dengan dalih membela diri, meskipun penggunaan pasal tersebut tidak tepat. Menurut Andi korban Deki cs tidak membawa senjata sedangkan para terdakwa membawa senjata api.
Derajat kekuatan antara korban dengan pelaku tidak seimbang sehingga penggunaan alibi pembelaan diri tidak tepat.
"Keterangan ahli yang perlu dipertimbangkan hakim adalah kesengajaan untuk melakukan tindak pidana terencana terpenuhi walaupun targetnya keliru," bebernya.
Keterangan saksi Sertu Sriyono, menurtnya juga kurang relevan karena saksi memberikan pendapat tentang perilaku Deki cs dan tidak memberikan keterangan sesuai yang saksi ketahui, alami dan dengar sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 27 UU no 31 tahun 1997 tentang peradilan militer.
Demikian juga saksi M Suhud, keterangannya diduga menghina pengadilan (contemp of court) adalah mengajak terdakwa Ucok Simbolon untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Membasmi sisa kawan-kawan Deki cs setelah menjalani hukuman dan menggalakan lagi praktek penembakan misterius. (ptt)