Polisi Kudus Selidiki Penyelewengan Dana Iuran Buruh Rokok
Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, masih menyelidiki laporan dugaan penyalahgunaan dana iuran buruh rokok yang bekerja
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, masih menyelidiki laporan dugaan penyalahgunaan dana iuran buruh rokok yang bekerja di perusahaan rokok terbesar di Kudus senilai Rp 400-an juta.
"Hingga kini, kasus dugaan penyalahgunaan iuran buruh rokok tersebut masih sebatas aduan. Para pelapor juga sudah dimintai keterangannya," kata Kapolres Kudus, AKBP Bambang Murdoko melalui Kaur Bin Ops Reskrim, Aipda Sucipto, di Kudus, Jumat (23/8/2013), sebagaimana dikutip Antara.
Ia mengakui, belum bisa memastikan laporan tersebut benar atau tidak, karena masih pada tahap meminta keterangan.
Nantinya, kata dia, perlu dilakukan audit, untuk memastikan kebenaran laporan dugaan penyalahgunaan dana iuran buruh rokok tersebut.
Sementara itu, salah seorang pelapornya, Darus Achroni yang merupakan mantan buruh PT Djarum gudang (brak) Sudimoro mengakui, melaporkan dugaan penyalahgunaan dana iuran buruh PT Djarum yang dihimpun Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SP RTMM SPSI) pada 29 Juli 2013.
Laporan ke Polres Kudus, katanya, ditujukan kepada Ketua PUK SP RTMM SPSI PT Djarum, Agus Purnomo yang diduga menyalahgunakan wewenang organisasi yang mengakibatkan kerugian uang hasil iuran buruh.
Berdasarkan hasil musyawarah unit kerja SP RTMM SPSI PT Djarum periode 2009-2012, katanya, uang buruh PT Djarum bagian harian dan borong yang dipungut oleh SP RTMM selama tiga tahun sebanyak Rp 2,4 miliar. Dana tersebut, lanjut dia, belum termasuk bantuan perusahaan Rp 55 juta.
"Kami menduga, ada Rp 400-an juta dari total keseluruhan uang buruh selama tiga tahun yang disalahgunakan untuk kepentingan di luar kebutuhan pekerja," ujarnya.
Selama ini, kata dia, pengelolaan keuangan organisasi yang merupakan uang buruh dilakukan secara tidak transparan dan berdasarkan subyektifitas oknum pengurus.
Tidak adanya audit keuangan organisasi, kata dia, potensi penyimpangan uang buruh terjadi tanpa kontrol.
Pelapor lainnya, Nur Wakit yang merupakan buruh harian PT Djarum Brak Pengkol mengakui, sudah dimintai keterangannya oleh Polres Kudus hari ini (23/8/2013).
Ia mengungkapkan, buruh harian dan borong PT Djarum setiap bulan dikenakan potongan upah Rp 2.000 dari jumlah anggota sekitar 60.000 buruh.
Selama kepemimpinan Agung Purnomo, kata dia, para buruh tidak pernah mendapatkan laporan terkait dengan keuangan organisasi.
Padahal, kata dia, pengelolaan keuangan dan pertanggung jawaban uang buruh telah diatur secara tegas dalam UU Nomor 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan AD/ART FSP RTMM SPSI.
Berdasarkan hasil rekapitulasi buku kas, kata dia, terdapat tiga pos pengeluaran yang disoroti, yakni biaya penggantian konflik Rp 38,6 juta, biaya advokasi hukum sebesar Rp152,5 juta, biaya bina lingkungan Rp 61,3 juta, dan biaya bantuan rapimnas I Rp159,53 juta. (*)