Warga Cikeruh Pertama Kali Produksi Dorlok
Idih Sunaedi mengungkapkan awalnya warga Cikeruh memproduksi senjata api rakitan yang disebut dorlok.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM--Idih Sunaedi mengungkapkan awalnya warga Cikeruh memproduksi senjata api rakitan yang disebut dorlok. Senapan itu bentuknya mirip senjata laras panjang pada umumnya, namun mekanisme untuk memukul bagian belakang peluru jauh lebih sederhana.
"Dorlok itu singkatan dari didor terus dicolok. Di colok untuk memasukan peluru. Sejak 1960-an warga Desa Cikeruh memproduksi senapan dorlok untuk Organisasi Keamanan Desa (OKD), sekarang namanya hansip. OKD menggunakan itu untuk melawan DI-TII (Darul Islam-Tentara Islam Indonesia) di Garut," ujarnya.
Pada masa itu produksi dorlok sangat didukung pemerintah, karena memang produksinya untuk mendukung perlawanan terhadap kelompok pemberontak DI-TII. Peluru yang digunakan adalah peluru tajam yang dipasok Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Setelah DI-TII bubar, senapan dorlok mulai dilarang, sehingga warga membuat senapan angin. Waktu itu memang senapan angin lagi ngetren," ujarnya. Warga lebih dulu membeli senapan angin produksi luar negri.
Senapan itu lalu dibongkar untuk dilihat secara lebih detail komponen-komponennya. Warga lalu membuat tiruannya, hingga akhirnya bisa melakukan memodifikasi.
Ternyata produksi lokal tersebut laku di pasaran, dan menarik perhatian warga Desa Cipacing yang lokasinya bersebelahan dengan Cikeruk untuk datang dan berguru.
"Setelah warga Desa Cipacing bisa memproduksi sendiri, mereka mulai buka bengkel. Sampai akhirnya banyak yang usaha senapan angin. Sekarang Cipacing terkenal karena produksi senapan angin," tutur guru sekolah dasar itu.
Pada masa jayanya, di Desa Cikeruh terdapat sekitar 240 bengkel yang memproduksi senapan angin. Jumlah pengrajin lebih dari 500 orang. Badai krisis moneter 1998 lalu membuat banyak usaha pembuatan senapan angin gulung tikar.
"Waktu krisis moneter itu harga-harga naik, termasuk harga bahan baku pembuatan senapan angin. Tapi harga senapan angin tidak bisa naik. Ada pengrajin yang banting stir jadi kuli dan tukang ojek. Baru pada 2001 bisnis pelan-pelan mulai naik," jelasnya.
Jumlah bengkel yang tersisa di Desa Cikeruh sekitar 60 bengkel, sedang pengrajin 120 orang. Namun sejak usai Lebaran lalu penjualan senapan angin semakin lesu. Pemicunya, serangkaian penangkapan yang dilakukan polisi terhadap oknum pengrajin senapan angin di Desa Cipacing.
"Saya juga punya bengkel, sebulannya itu bisa produksi 35-40 pucuk dan laku semua. Tapi sejak dua minggu terakhir barang saya belum ada yang laku," jelasnya.
Kini orang-orang jadi takut memiliki senapan angin. "Katanya, sekarang kalau bawa-bawa senapan angin suka ditanyain polisi, orang jadi takut," tambahnya.