Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Swasta di Desa Cibitung Digaji Rp 50 ribu

Mereka ngajar di sekolah ini gajinya per jam Rp 12.500,

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Guru Swasta di Desa Cibitung Digaji Rp 50 ribu
I;ustrasi menghitung uang 

TRIBUNNEWS.COM SUBANG, - Keberadaan sekolah swasta SMP Cibitung Plus di Desa Cibitung Kecamatan Ciater Kabupaten Subang, yang didirikan untuk mencegah siswa putus sekolah setelah lulus SD,  disertai cerita pilu guru-guru di SMP tersebut.

"Sekolah ini dibangun tahun 2012 untuk mencegah siswa lulusan SD putus sekolah. Guru-gurunya juga dari luar sebanyak 7 orang dan semuanya bukan PNS. Mereka ngajar di sekolah ini gajinya per jam Rp 12.500," kata Kepala Sekolah SMP Cibitung Plus, Muhammad Heri Subekti kepada Tribun di Subang, Selasa (24/9/2013).

Meski dengan gaji per jam sebesar Rp 12.500, namun, dalam sebulan guru-guru tersebut hanya mendapat jatah mengajar selama 4 jam dalam sebulan. Hal itu karena menyesuaikan dengan keuangan sekolah yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah.

"Paling besar gaji yang diterima guru-guru sukarela disini Rp 50 ribu selama sebulan. Memang itu tidak layak, karena untuk ongkos kesini saja sudah lebih dari Rp 50 ribu. Tapi semuanya ikhlas, semuanya berangkat dari niat ingin mengajar disini dan mencegah siswa putus sekilah ke SMP," kata Heri.

Heri mengaku, dirinya bukan warga Desa Cibitung. Hanya saja, di tahun 1992, dia pernah melakukan aktifitas pendidikan di desa tersebut dan merasa miris dengan kondisi pendidikan di daerah tersebut yang masih terbelakang.

"Sejak saat itulah saya berniat ingin membangun sekolah di desa ini karena saya miris lihat siswa putus sekolah setelah lulus SD bahkan ada yang menikah di usia dini," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Diberitakan sebelumnya, SMP Cibitung Plus ini merupakan fasilitas pendidikan yang ada di daerah terpencil dan dijadikan solusi atas fenomena putus sekolah yang dialami oleh siswa di Kampung Sukasari, Genteng, Rasugata di Desa Cibitung. Sebelum ada SMP ini, dusun terpencil disana setelah lulus SD, harus pergi ke SMP yang layak dengan jarak lebih dari 10 kilometer. Karena biaya transportasi mahal, siswa lebih memilih putus sekolah atau menikah di usia dini.  (*)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas