Sejumlah Vila Diduga Milik Pejabat Berdiri di Daerah Resapan
Sejumlah vila yang diduga dimiliki sejumlah pejabat berdiri di areal hutan bambu di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, SUBANG - Sejumlah vila yang diduga dimiliki sejumlah pejabat berdiri di areal hutan bambu di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang.
Keberadaan vila itu mulai mengancam keberadaan air tanah. Pemkab Subang harus segera melakukan penertiban.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa vila-vila itu dimiliki sejumlah pejabat, baik di lingkungan Pemkab Subang maupun di Jawa Barat serta petinggi BUMN. Kondisi tersebut membuat penindakan menjadi dilematis," kata Koordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Subang, Purwakarta dan Karawang, Cece Rahman di Subang, Selasa (15/10).
Namun, demikian, ujarnya, kondosi ini jelas tak bisa dibiarkan. "Keberadaan vila-vila itu di sana bertentangan dengan Perda No 22 Tahun 2004 tentang Daerah Resapan Air di Subang. Dengan dasar itu, seharusnya Pemkab Subang sudah berani menindak pemilik vila- vila liar itu," ujarnya.
Kondisi daerah resapan air yang disulap menjadi bangunan-bangunan beton, kata dia, tidak hanya merusak ekologi wilayah sekitar.
"Di sana kan ada pemandian air panas Sari Ater. Jika daerah resapan airnya rusak, debit air panasnya pun akan terganggu. Jika sudah begitu, ini tidak lagi menyangkut soal lingkungan saja, tapi kepentingan masyarakat yang mengais rezeki di daerah wisata pemandian air panas itu," katanya.
Ia menyebutkan, daerah tersebut sempat dilanda banjir bandang beberapa tahun lalu. Hal itu, diduga kuat karena terjadinya alih fungsi lahan resapan air menjadi areal perkebunan warga dan bangunan.
"Luas hutan bambu Ciater awalnya sekitar 63 hektare. Sekarang sekitar 50 persennya sudah menjadi vila. Itu kenapa dulu sempat terjadi banjir bandang di sana," katanya.
Kasat Pol PP Kabupaten Subang, Asep Setia Permana, mengakui selalu mendapat kendala untuk menertibkan vila liar tersebut.
"Kendala yang sering kami hadapi karena untuk menertibkan vila yang diduga liar itu memerlukan laporan dari pihak PTPN," katanya. Sebab, jika tidak seperti itu, ujarnya, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena lokasinya berada di lahan HGU PTPN.
"Pihak PTPN sendiri harus melapor kepada pemda. Karena kami tidak bisa menindak secara langsung di lapangan, "katanya.(men)